Rabu, 20 Februari 2013

0 Parade Shof di Masjid Jami


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!


Parade Shof di Masjid Jami


Para pembaca mungkin akan terheran, mendengar parade shof. Apalagi, jika diselingi dengan kalimat, “di Masjid Jami’”, semakin heran dan heboh, santri se-komplek. Tapi, ini bukan parade ala gerak jalan itu. Hanya saja, berdiam diri sesuai dengan shofnya masing-masing. Penulis masih ingat betul, tata letak shofnya. Kelas tiga regular pasti berada disayap kiri masjid, menyusul kemudian shof satu regular. Dan terus ke kanan, ada shof satu intensif, dan shof tiga intensif. Terus lagi, ada shof dua regular. Sampai ke sayap kanan, ada shof empat regular. Penulis sampai hafal betul, dengung bising yang mereka timbulkan. Seperti suasana sarang lebah yang ranum dengan ratu madunya.
Fenomena yang sudah biasa dijumpai di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan.  Jika, anda bertandang ke masjid jami’ Al-Amien Prenduan, pemandangan ini pasti akan anda jumpai. Anda tinggal melihat warna bitokoh-nya satu persatu. Anda pasti akan berkesimpulan, bahwa santri Al-Amien punya nilai fanatik yang amat kental, terutama pada shofnya. Lihat saja, dimana-mana santri Al-Amien selalu mengedepankan nilai fanatisme shof, dibanding fanatik konsulatnya. Alasannya, macam-macam. Ada yang malu, kalau harus bergaul dengan shof bawahannya (adik kelas) di depan temannya satu shof.
Oleh karenanya, mereka banyak menjauh dari adik kelasnya. Kenapa kemudian menjauh? Calon pengurus (Muallim), katanya. Ada yang bilang lagi,”Takut diremehkan…”. Dan banyak lagi alasan lainnya. 
 
Sebenarnya, bukan masalah parade shofnya (fanatisme shof). Tetapi, bagaimana keadaannya nanti, kalau seandainya shof-shof di Al-Amien, bukan malah mencetak generasi yang brilian, baik dalam hal tulis-menulis (jurnalistik), retorika, lughah, dan sektor lainnya. Yang dihasilkan justru generasi yang besar-besaran wibawa, dan mungkin gengster-gengsteran. Wah, jadi apa di luar nanti? Kalau seandainya seperti itu. Ngeri deh!
Tak semuanya memang, yang suka terhadap parade shof (fanatisme shof). Tetapi saya khawatir, kalau seandainya yang sedikit itu, menjadi bukit. Kalau seandainya ulat-ulat dalam shof ini, menjadi ular yang menjelma kupu-kupu, kemudian berkembang biak. 
Wibawa sudah demikian mengakar di paradigma para santri. Kalau masih kelas satu, kelas dua, mungkin mereka hanya tahu sedikit-sedikit, atau malah tidak tahu sama sekali akan hal ini. Tetapi bagaimana jika sudah naik ke jenjang yang lebih atas? Ke kelas tiga, kelas empat, kelas lima dan mereka terus menggembor-gemborkan nilai fanatik dan ke-wibawa-an. Yah, pikir sajalah sendiri.
Nilai fanatik dan ke-wibawa-an memang bagus, jangan mengherankan kalau nilai ke-wibawaan-an, membuat seseorang menjadi kharismatik dan disegani. Jangan mengherankan, kalau seandainya seseorang dapat berkembang, karena nilai fanatik. Tetapi satu, jika kesemuanya tidak keluar dari jalur positif. Nah, inilah yang penulis sangsikan selama ini. Paradigma santri sekarang, lebih menggembor-gemborkan nilai fanatik dan ke-
wibawa-an, terlalu berlebihan. Sehingga terkesan over dan egoistis.
Benarnya, penulis ingin tertawa. Menilik santri yang kopiahnya di rapatkan dengan alis, biar terlihat berwibawa katanya. Melihat santri yang bulu matanya, dirias dengan warna hitam,
agar terkesan angker katanya. Atau santri yang sudah berstatus muallim, tetapi masih memakai kopiah hitam. Ya, kalau kopiahnya basah atau hilang, maklumlah. Ingatlah ikhwan! Kita sekarang bukan berada di zaman jahiliyah. Jangan bertingkah yang bukan-bukan.
 Bagi santri yang berfanatik, silahkan anda berfanatik. Berfanatiklah dengan banyak berprestasi. Prestasi itu bukan hanya menjadi  juara. Anda tak berbicara saat orang berbicara, itu sudah merupakan prestasi. Anda mematuhi peraturan yang ada di pondok ini, itu juga merupakan prestasi yang anda bukukan. Sudahlah… wahai orang-orang berfanatik, anda hanya perlu memikirkan bagaimana anda bisa sukses kelak, saat anda keluar dari almamater tercinta ini, atau apa yang akan anda bawa nanti, setelah lulus dari almater ini. Tidak usah memikirkan yang muluk-muluk dulu.
Sekedar saran dari penulis, silahkan jaga prajurit-prajurit shof anda. Akan menyesal nantinya, jika anda terus-menerus berfanatik, tanpa memikirkan khalayak ramai. Sudahlah… buang rasa egoistis anda, yang cenderung konservatif mengambil tindakan.


     Dan untuk para penggembor-gembor wibawa, anda harus tahu. Bahwa sebenarnya  wibawa itu, bukan hanya dinilai dari bentuk kopiah kita, bagaimana kopiah kita, hitam atau tidaknya kopiah kita. Yah, semua itu sebenarnya rasa ketakutan serta kekhawatiran anda, akan penilaian orang lain terhadap diri anda. Anda takut wibawa anda jatuh, bila tak berpenampilan seperti itu. Anda perlu membuat catatan tentang ini, bahwa ke-wibawa-an itu yang menilai orang lain, bukan diri kita sendiri. Kita hanya perlu menjalankan apa yang semestinya dikerjakan.

0 komentar:

Posting Komentar