Man Saroo Ala Darbi Wa Sola; Barangsiapa yang
Berjalan di Jalannya, Maka Sampailah Ia
Hidup ini penuh dengan
lika-liku yang beragam. Terkadang mengharukan, membahagiakan, menyedihkan,
mengheningkan, dan lain sebagainya. Ada dua keadaan dimana baik dan buruk
menjadi hiasan dalamnya. Sudah menjadi langganan jika hidup itu dipenuhi dengan
kenikmatan, dan sudah semestinya jika hidup diiringi dengan musibah. Tantangan,
cobaan hidup, derita, semuanya seperti rerumputan yang menghiasi tanah. Kita
memang ditakdirkan untuk melewati hal-hal semacam itu, dengan alasan agar
kualitas hidup kita teruji, mumpuni dan mampu menghadapi, apapun yang dihadapi.
Kita tentunya pernah
mendengar pepatah ini, man saroo ala
darbi wa sola; barangsiapa yang berjalan di jalannya, niscaya dia akan
sampai. Erat kaitannya dengan kehidupan ini, kita hidup seperti seorang musafir
yang sedang mencapai suatu tujuan. Tujuan kita terpaku pada satu saja, tentunya
terkandung dalamnya keistimewaan, kesempurnaan, kenikmatan yang tiada tara (tak
tertandingi). Dari awal kita sudah menentukan tujuan kita, untuk memperjelas
apa yang mesti kita capai.
Ada hal yang lebih
penting daripada sekedar mencapainya, yakni hal yang mesti kita perhatikan,
dimana kita seringkali mengabaikannya sebagai anggapan atas suatu itikad yang
muncul dari dalam diri kita. Kita selalu menggunakan nafsu dalam menentukan
bahkan mengklaim sesuatu. Bila kondisi pertama kali sudah seperti ini, maka
jangan pernah menyalahkan jika nantinya jalan yang kita tempuh bukanlah jalan
yang mengarahkan pada sesuatu yang diinginkan diri sendiri bahkan bersama.
Jalan yang kita tempuh, penentuannya adalah dari awal, dari saat pertama kali
kita menapakkan jalan. Kalau ketentuan jalan, kesepakatan bathiniyah, ketetapan
akal pikiran kita sudah benar, maka perjalanan kita akan melalui jalan yang
sesuai dan benar.
Man saroo ala darbi wa sola; barangsiapa yang berjalan di
jalannya maka sampailah ia... pepatah arab ini syarat dengan apa yang
sebenarnya menjadi kendala hidup. Kendala hidup kita kebanyakan terdapat dalam
sektor kepribadian kita yang selalu melenceng dari ruas jalan. Ibarat seorang
yang ingin pergi ke Jakarta dari arah Bogor, maka jalan yang ditempuh oleh
seorang itu adalah jalan yang tidak sesuai dengan jalur yang mengarah ke
Jakarta. Ia malah melewati jalan yang arah tujuannya ke Banten, ke Sukabumi dan
arah lain yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Maka akibatnya ia akan nyasar, tidak akan sampai pada
tujuannya. Seperti itulah posisi kita sekarang, tersesat dari lajur utama.
Berjalan sesuai dengan
jalannya, maka akan sampai pada tujuan. Kita hidup di alam liar ini, ada banyak
jalurnya. Dan tiap jalur tersebut ada halangan dan tantangan masing-masing.
Kita akan memilih yang mana? Lewat mana? Dan mampukah melewatinya? Ditanya
masalah memilih, tentu saja yang ada dalam benak awal kita adalah jalan
tersebut sedikit tantangannya, gampang dilewati, dan penuh dengan kesenangan
semata. Tetapi adakah jalan menuju kesuksesan itu melalui jalan yang sedikit
tantangannya, gampang dilewati, dan penuh dengan kesenangan semata? Jelas tidak
ada kamusnya.
Ditanya masalah melewati
yang mana, kebanyakan dari kita justru ingin memilih jalan yang ringan-ringan
saja, seperti melewati angin sepoi-sepoi. Ini jelas pikiran-pikiran dari
mental-mental orang pemalas, dan orang yang pemalas tidak akan mencapai hal-hal
menakjubkan seperti meraih kesuksesan. Orang yang dapat melewati jalan terjal,
tantangan yang berat, dan halangan yang berliku hanyalah orang yang punya
kemauan untuk mencapai jalan yang sesuai dengan hati nuraninya, bukan orang
yang hanya bermalas-malasan.
Tentunya kita ingin
mencapai hasil yang gemilang dan membanggakan. Maka aplikasikan pepatah ini
sebagaimana mestinya, dengan harapan agar sesuai dengan jalan yang ditempuh dan
selaras dengan tujuan yang akan kita gapai. Wa
allahu alami bis showab...
0 komentar:
Posting Komentar