Sabtu, 13 Desember 2014

0 Islam Liberal; Antara Harta, Tahta, dan Wanita (Sebuah Refleksi untuk Remaja)


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!


Islam Liberal; Antara Harta, Tahta, dan Wanita
(Sebuah Refleksi untuk Remaja)


Di saat krisis moneter yang berkepanjangan ini, sudah saatnya kita menjawab serta menguak apa di balik tabir keleluasaan liberalisme ini. Globalisme telah menjangkau hampir semua cakupan lingkup. Namun apa daya, seandainya globalisme ini dibarengi oleh kehidupan yang memperdaya, dimana kebebasan tidak lagi diatur dengan kapasitas sewajarnya. Inilah yang saya maksudkan, liberalisme! Sudah sejak lama kita termakan oleh banyaknya kengerian liberalisme ini. Pemuda-pemuda kita diserang banyak paham pembinasaan karakter, termasuk liberalisme ini. Mereka dicekoki dengan pemberdayaan kebebasan yang ujungnya penyelewengan terhadap norma-norma.
Liberalisme sudah sejak lama menebarkan virus-virus kebebasan berlebih-lebihan, bahkan tiada batas. Dari mulai politik, ekonomi, sosial, budaya, agama dan bidang lainnya, liberalisme tak akan pernah jera menanamkan benih-benih juhal yang menurut kaum modern dianggap sebagai jalan menyenangkan dan terbaik. Padahal sudah jelas ada jalan keselamatan tanpa batas, yaitu islam rahmatan lil alamien, padahal ada akhirat yang berada di ujung penantian (setelah alam barzah), dimana kita akan ditentukan tempat yang sesuai dengan amal perbuatan kita, antara surga dan neraka. Dan mereka belum menyadarinya bahwa semakin mereka mengarah pada pendalaman sisi hitam tersebut, maka semakin pula kesesatan menguasai pikiran-pikiran mereka, hingga mereka turut menyesatkan.
Bagaimana tidak! Mereka bukan saja sesat, tetapi juga menyesatkan. Islam sudah jelas agama yang ditentukan dengan tinjauan historis, filosofis, teoritis yang absah. Tetapi ada saja gerakan hitam-putih yang mengaitkan islam dalamnya, ada saja gerakan yang dibangun atas dasar keraguan, dan ada saja gerakan juhal (gagal) yang mengatasnamakan islam.       
Dalam agama islam, sudah jelas menyandarkan pemikiran ini pada sisi terlarang. Dimana sisi otentik dan membangun dari paham gagal ini tidaklah terbukti jalan kebenarannya. Paham ini menamakan dirinya lebih khusus lagi, yakni sebagai islam liberal. Kok bisa islam ditambah dengan liberal. Padahal islam ya islam! Liberal ya liberal, tidak ada sangkut pautnya sama sekali. Ibarat saja seperti orang! Orang merupakan sebutan selain manusia. Namun akan berbeda artinya seandainya orang ini ditambahi dengan “utan” yang kemudian menjadi orang utan. Apa makna dibalik orang utan? Anda pasti tahu dan mengerti bukan! Dimana-mana orang utan itu adalah serupa dengan monyet. Apakah anda mau dikatakan monyet? Tidak... pasti anda tidak akan mau. Kecuali bila anda seorang Darwinis.
Begitu halnya dengan islam liberal, apakah anda mau dikatakan islam liberal? Padahal anda seorang muslim. Seorang muslim yang taat pada aturan, norma, nilai-nilai hukum, pasti tidak mau dikatakan islam liberal. Jadi kalau ada seorang muslim bangga dengan keliberalannya, maka perlu dipertanyakan keislamannya. Itu jelas diperuntukan bagi muslim yang masih belum jelas keislamannya, dan mesti diperhatikan secara serius. Karena islam bukanlah agama yang bisa dipermainkan ideologinya, syariatnya, bahkan penamaannya begitu saja.  
Paham islam liberal dengan cepat menyebar di kalangan umat islam di Indonesia. Lantaran gerakan mereka begitu leluasa, sampai-sampai dapat memasuki area pondok pesantren yang merupakan titik-titik sentral islam nusantara. Banyak pemuda yang sudah terpengaruh dengan pemahaman mengerikan ini, termasuk pemuda pesantren. Itu berarti paham gagal dan juga juhal ini, telah berhasil mempermainkan sebagian dari generasi penerus bangsa. Akan sangat berbahaya sekali jika keadaan ini terus melonjak, meningkat seiring waktu berjalan.
Ada banyak buku yang menerangkan tentang bahayanya liberalisme, ini dikarenakan liberalisme bukanlah ihwal yang perlu dikompromi lagi. Andaikata liberalisme ini adalah sebuah bagian dari badan (anggota tubuh kita), maka liberalisme adalah sebuah hawa nafsu yang mesti kita buang jauh-jauh. Islam liberal sendiri sebenarnya adalah paham yang meliberalkan dirinya sendiri dan mengaku jati dirinya sebagai bagian dari islam yang kaffah, padahal islam tidak pernah menyandarkan pada asas-asas yang bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah, seperti yang termaktub dalam paham ini. Jadi, tidak ada istilahnya islam menyandarkan diri pada paham yang jelas-jelas nyeleneh, ngarung ngidul, dan bahlul.
Dan ini yang paling penting, lain daripada yang lain. Karena ini menyangkut stabilitas keislaman kita, terutama kaum pemuda. Remaja kita seringkali terjebak dalam ilusi menggiurkan, yang hakikatnya dimensi kengerian, hingga membuat satu posisi dilematis yang membingungkan. Akhirnya dalam kebingungan itu, walaupun sebelumnya mereka (remaja) memiliki keinginan kuat untuk tidak terjerumus, memiliki keimanan cukup untuk selalu percaya dan yakin terhadap apa-apa yang harus diimani, tetap saja dapat terjerumus. Buktinya sudah banyak remaja yang dahulunya seorang aktivis keislaman, namun berubah secara mengejutkan seiring tertular paham yang menyimpang dari Al-Quran dan As-Sunnah, termasuk salah satu dalamnya liberalisme, yang selain itu juga ada sekuralisme, kapitalisme dan lain sebagainya.

Selasa, 18 November 2014

0 Menanti Sosok Pemimpin Super Karismatik


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!
Menanti Sosok Pemimpin Super Karismatik


Memang sudah digariskan bahwa keduanya ini selalu disangkut-pautkan dengan kehidupan disekitarnya. Dalam sebuah pantauan yang mencakup kehidupan di desa-desa, tradisional sudah menjadi peralatan kehidupan, bahkan ibarat penyedap rumah yang tanpanya masakan tidak akan sedap untuk dinikmati. Seringkali kita lihat kehidupan di desa, masih ada saja kebiasaan memasak menggunakan kayu bakar, dengan peralatan dapur yang sederhana seperti penggorengan batu-bata, belum lagi dengan contoh lainnya. Berbeda dengan di kota, tradisi seperti ini sangat jarang kita temukan. Kalaupun ada, itu hanyalah sebuah inisiatif untuk menghemat penggunaan listrik, minyak, dan penggunaan bahan lain secara berlebihan. Karena kebutuhan di kota begitu mahal dan tidak banyak yang alamiah, maka ada juga dari masyarakat kota yang memakai peralatan tradisional.
Pada dasarnya keadaan seperti ini bisa kita tilik di banyak negara berkembang. Indonesia adalah negara yang masih memiliki kapabilitas menengah ke bawah. Pemerataan negeri ini masih belum seimbang, sehingga kebutuhan di desa tidak memadai dan seadanya tapi murah karena alamiah, sedang di kota keadaan begitu mendukung dan serba ada namun mempunyai kendala kemahalan. Jadi masih ada banyak kekurangan, walaupun mempunyai begitu banyak sumber daya alam yang melimpah. Negeri kita tidak mempunyai sumber daya manusia yang memadai secara spiritual. Sehingga mengolahnya pun negeri ini tidak mau capai-capai berkeringat dan menguras tenaga serta pikiran. Mereka pikir lebih baik serahkan saja kepada yang lebih berpengalaman tanpa mengambil ibroh dan ikut  serta dalamnya, atau mungkin ikut mempelajarinya, menilik siasat jitu untuk menangguli keterbatasan, atau sekedar mengontrol secara teliti kinerja yang dipercayakan kepada orang berpengalaman tersebut. Dalam hal ini, biasanya kita lebih memercayakannya kepada orang asing (luar negeri).
Ini sebenarnya indikasi dari ketidak-becusan kita mengurusi potensi alam yang melimpah ruah ini. bukan ketidak-becusan sih, hanya kita yang belum mau bertindak lebih jauh untuk mengungguli pihak asing. Kebanyakan dari kita (mohon maaf) yang bermalas-malasan, atau tidak punya rasa andil demi memajukan negeri ini. Oleh karenanya jarang sekali pemangku tampuk kepemimpinan kita yang diisi oleh seorang yang memang memikirkan keadaan negeri ini. Sejak saat itu juga kita tidak hanya tertinggal dari segi pengolahan sumber daya alam, tetapi juga tertinggal dari segi produksinya. Ini terjadi karena memang pihak asing membuat satu langkah serupa simbiosis mutualisme yang sama-sama menguntungkan, namun dengan takaran yang lebih menguntungkan pihak asing. Keuntungan kita hanya didapat di awal penanganan saja, selebihnya pihak asing yang lebih mengerti penanganan selanjutnya. Yang lebih mengerti inilah yang mendapat keuntungan lebih, bahkan melebihi si empunya alias negeri ini. Jadi, sudah menjadi maklum bersama kalau kita kalah saing. Kalah saing? Sudahlah terlanjur kita kalah, maka lebih baik perbaiki dulu kualitas SDM...

Sabtu, 02 Agustus 2014

0 Wajah “Kita Semua” dari Pra sampai Pasca Lebaran


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!


Wajah “Kita Semua” dari Pra sampai Pasca Lebaran

Banyak orang menyalah artikan lebaran yang biasa kita semua rayakan sekali setahun. Baik sebelum dan sesudah lebaran, selalu hal. Dan sekarang lebaran sudah terlewati waktunya, akan tetapi perkara hedonisme dan materialisme masih saja tertanam begitu kental di dalamnya, dan membekas seterusnya. Menjadi rayuan ampuh dan berpengaruh masa kini, sampai-sampai menjadi bumbu penyedap di dapur rumah tangga.
Pra lebaran, sebelum momentum lebaran atau yang dalam islam lebih dikenal dengan Idhul Fitri terjadi, memang membuat hiruk-piruk masyarakat Indonesia beramai-ramai menyambutnya dengan antusias dan menjadikan kepentingan tiap individunya. Semua tidak ingin melewatkan kesempatan setahun sekali ini tanpa mendapatkan apa-apa, semua ingin mendapatkan setidaknya keuntungan kecil dan sedikit. Segala macam usaha dikerahkan, sampai usaha kotor pun diusahakan.
Hampir setiap kali menjelang lebaran kasus-kasus kehilangan, pencurian, dan kriminalitas lain, terjadi begitu saja secara lumrah.Masyarakat yang sudah mempersiapkan keperluan-keperluannya untuk mempersiapkan lebaran, kebanyakankurang dan tidak berpikiran peka terhadap masyarakat di sekitarnya. Zakat paling-paling hanya dijadikan ritual pemberian seadanya, padahal ada begitu banyak yang masih bisa diberikan saat zakat tersebut.
Kasus-kasus seperti kehilangan, pencurian, dan kriminalitas lain, awalnya bukanlah suatu hal lumrah, tentu ada awal mula mengapa pra lebaran ini selalu dihiasi dengan kasus-kasus kriminalitas tersebut. Jika disangkut pautkan, kita akan mendapati titik temu, melihat bagaimana masyarakat kita saat mempersiapkan momentum lebaran. Seperti diungkapkan dalam paragraf sebelumnya, bahwa ada ketidak-pekaan diantara kita semua selaku Human Life Sosiality.

Selasa, 08 April 2014

0 Pemilu; Membuat Pilu, dari Dulu


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!
Pemilu; Membuat Pilu, dari Dulu

Bagi penulis, pemilu sebagai satu program negara dalam menentukan tampuk pemerintahan atau bisa disebut sebagai pesta politik Indonesia, yang seharusnya menampakkan keseriusan sejalan dengan keselarasan budaya, sosial, pendidikan, dan ekonomi, dimana kesemuanya adalah aspek-aspek menonjol dalam negeri, sebaliknya tidak menampakkan keselarasan terhadap aspek-aspek tersebut. Contohnya saja, banyak dari kalangan partai-partai politik sudah terlebih dahulu memunculkan isu, spekulasi, dan modus politik di dalam iklan-iklan televisi, media massa, dan jejaring sosial media yang belum saatnya pada waktu itu untuk digembor-gemborkan.
Padahal saat itu, adalah puncak dimana pemerintah berpapasan dengan tumpukan permasalahan negara yang masih banyak belum terselasaikan, seperti pengidentifikasian para koruptor yang masih menjadi PR pemerintah dalam menanggulanginya, walaupun secara langsung tugas ini diserahkan kepada KPK. Penstabilan perekonomian yang masih terkesan dini untuk dikatakan membaik, padahal itu hanyalah statement media dari pemerintah yang ingin menampakkan wajah dan citra baiknya di media massa.
Pendidikan di Indonesia pun masih berjalan di tempat, melihat dari penyelenggaraan pendidikan yang belum banyak menampakkan ke-efektif-an proses, penyelenggaraan terbaik dari tenaga pendidik dan kependidikan, serta kejelian dalam mengontrol peserta didik. Budaya yang dimiliki negeri ini, tidak lagi dibanggakan sebagaimana mestinya, justru lebih membanggakan budaya luar. Di akhir periode pemerintahan ini, seharusnya pemerintah sadar secepatnya untuk menyelesaikan setidaknya sebagian dari banyak problema yang menumpuk ini. Agar tidak menjadi kebiasaan pemerintah sebelumnya yang selalu meninggalkan masalah, mewariskan masalah, mengestafetkan masalah kepada pemerintah selanjutnya. Tentu saja, permasalahan akan terus menumpuk, dan tidak akan pernah selesai, jika terus-menerus kebiasaan tersebut dipertahankan.
Memang terdapat banyak upaya pemerintah menyelesaikan permasalahan tersebut. Sejak dari awal, kinerja pemerintah sekarang dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut memang tidak memuaskan banyak pihak, terutama golongan rendah yang dalam hal ini adalah masyarakat tingkat bawah. Pemerintah tidak membuat dobrakan-dobrakan efektif dalam satu hal, sehingga kesannya pemerintah tidak fokus, tidak tertuju pada satu titik terlebih dahulu, tidak konsisten berkinerja, tidak konstruktif (membangun) dalam menentukan kebijakan sampai imbasnya masalah demi masalah kian menumpuk, disebabkan tidak adanya kebijakan tepat dan sesuai dengan keinginan mayoritas masyarakat.

Jumat, 21 Maret 2014

0 Lebih Baik Mensejahterakan Daripada Menyengsarakan


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!
Lebih Baik Mensejahterakan Daripada Menyengsarakan

Jelang pasar bebas ASEAN, pemerintah kita justru semakin sporadis dalam melangkah. Bagaimana tidak, ambisi-ambisi bermunculan seiring dengan kepercayaan bahwa Indonesia mampu bersaing di pasar bebas ASEAN. Dikutip dari www.merdeka.com edisi kamis 13 Maret 2013 jam 14.09, bahwa Lembaga swadaya Indonesia for Global Justice (IGJ) menuding pemerintah tidak memiliki strategi dan rencana yang tepat untuk melindungi kepentingan petani, nelayan, buruh, dan pedagang tradisional, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang mulai efektif 2015.
Tudingan dari IGJ ini, sebagai lembaga yang memang fokus menilik dan mengamati permasalahan seputar kesejahteraan dan keswadayaan masyarakat Indonesia, telah memperingatkan kinerja pemerintah yang menurut penulis sporadis, egoistis, dan ambisius dalam usahanya memperoleh keuntungan. Bahkan bisa dikatakan pemerintahan sudah melakukan secuil blunder  yang mungkin dapat membuat boa simalakama (senjata makan tuan). Ini adalah bumerang kecil yang dapat menjatuhkan kredebilitas perekonomian Indonesia di mata dunia. Karena inti dari perekonomian sebenarnya adalah menghasilkan kesejahteraan dan keswadayaan bersama, tidak hanya memperoleh keuntungan saja, lantas tanpa memikirkan kepentingan masyarakat, terutama kalangan bawah.
Namanya saja pasar bebas ASEAN, otomatis momok persainganlah yang muncul pertama kali di benak saat ini, dengan sistem konvensional sebagai lajur perekonomiannya. Maka pantaslah sebenarnya tudingan yang dilayangkan oleh IGJ, menilik dari apa yang menjadi langkah pemerintah dalam usahanya memajukan perekonomian negara, dengan jalan yang tidak tepat. Alasannya, sebagaimana yang dinyatakan Direktur Eksekutif IGJ Riza Damanik yang dilansir dalam www.merdeka.com di edisi yang sama, bahwa pemerintah tidak memiliki strategi dan rencana aksi yang melibatkan petani, buruh, nelayan, dan pedagang tradisional. "Seakan mereka dibiarkan sendirian menghadapi bahaya AEC," ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (13/3).