Menanti Sosok
Pemimpin Super Karismatik
Memang sudah
digariskan bahwa keduanya ini selalu disangkut-pautkan dengan kehidupan
disekitarnya. Dalam sebuah pantauan yang mencakup kehidupan di desa-desa,
tradisional sudah menjadi peralatan kehidupan, bahkan ibarat penyedap rumah
yang tanpanya masakan tidak akan sedap untuk dinikmati. Seringkali kita lihat
kehidupan di desa, masih ada saja kebiasaan memasak menggunakan kayu bakar,
dengan peralatan dapur yang sederhana seperti penggorengan batu-bata, belum
lagi dengan contoh lainnya. Berbeda dengan di kota, tradisi seperti ini sangat
jarang kita temukan. Kalaupun ada, itu hanyalah sebuah inisiatif untuk
menghemat penggunaan listrik, minyak, dan penggunaan bahan lain secara
berlebihan. Karena kebutuhan di kota begitu mahal dan tidak banyak yang
alamiah, maka ada juga dari masyarakat kota yang memakai peralatan tradisional.
Pada dasarnya
keadaan seperti ini bisa kita tilik di banyak negara berkembang. Indonesia
adalah negara yang masih memiliki kapabilitas menengah ke bawah. Pemerataan
negeri ini masih belum seimbang, sehingga kebutuhan di desa tidak memadai dan
seadanya tapi murah karena alamiah, sedang di kota keadaan begitu mendukung dan
serba ada namun mempunyai kendala kemahalan. Jadi masih ada banyak kekurangan,
walaupun mempunyai begitu banyak sumber daya alam yang melimpah. Negeri kita
tidak mempunyai sumber daya manusia yang memadai secara spiritual. Sehingga mengolahnya
pun negeri ini tidak mau capai-capai berkeringat dan menguras tenaga serta
pikiran. Mereka pikir lebih baik serahkan saja kepada yang lebih berpengalaman
tanpa mengambil ibroh dan ikut serta
dalamnya, atau mungkin ikut mempelajarinya, menilik siasat jitu untuk
menangguli keterbatasan, atau sekedar mengontrol secara teliti kinerja yang
dipercayakan kepada orang berpengalaman tersebut. Dalam hal ini, biasanya kita
lebih memercayakannya kepada orang asing (luar negeri).
Ini sebenarnya
indikasi dari ketidak-becusan kita mengurusi potensi alam yang melimpah ruah
ini. bukan ketidak-becusan sih, hanya kita yang belum mau bertindak
lebih jauh untuk mengungguli pihak asing. Kebanyakan dari kita (mohon maaf) yang
bermalas-malasan, atau tidak punya rasa andil demi memajukan negeri ini. Oleh
karenanya jarang sekali pemangku tampuk kepemimpinan kita yang diisi oleh
seorang yang memang memikirkan keadaan negeri ini. Sejak saat itu juga kita
tidak hanya tertinggal dari segi pengolahan sumber daya alam, tetapi juga
tertinggal dari segi produksinya. Ini terjadi karena memang pihak asing membuat
satu langkah serupa simbiosis mutualisme yang sama-sama menguntungkan, namun dengan
takaran yang lebih menguntungkan pihak asing. Keuntungan kita hanya didapat di
awal penanganan saja, selebihnya pihak asing yang lebih mengerti penanganan selanjutnya.
Yang lebih mengerti inilah yang mendapat keuntungan lebih, bahkan melebihi si
empunya alias negeri ini. Jadi, sudah menjadi maklum bersama kalau kita kalah
saing. Kalah saing? Sudahlah terlanjur kita kalah, maka lebih baik perbaiki
dulu kualitas SDM...
Masalah
tradisional dan modern tidak masalah. Yang mesti dipermasalahkan yaitu
bagaimana kita memperbaiki hubungan vertikal dari bawahan ke atasan, dari
konglomerat sampai yang melarat, dari pemerintah ke rakyat. Pola pikir kita
sudah dipermainkan ego dan penderitaan sudah menjadi hidangan kita sehari-hari.
Tidak ada keinginan untuk menjelek-jelekan negeri ini sama sekali. Hanya sebuah
peringatan, kalau saja kita mau lebih sedikit bangun dan bergerak saja, kita
akan punya modal awal yang berguna demi negeri ini. Ditambah dengan kelipatan
orang yang menghuni negeri ini, maka bukan tidak mungkin negeri ini akan punya
solidaritas dan loyalitas yang bermanfaat pula. Karena yang kita ketahui, tidak
ada solidaritas antara kita, tidak ada pandangan untuk mematuhi sistem yang
mengatur negeri ini. Yang ada hanya ketidak-antusiasan, acuh tak acuh,
egosentrisme, dan indisipliner. Langkah pertama yang mesti diambil adalah
menyatukan hati bangsa ini, menyatukan tujuan, arah, misi, visi ke depan. Disinilah
peran seorang pemimpin dalam menyatukan ideologi bangsanya.
Selama ini, dari
tahun ke tahun kepemimpinan dari negeri ini, tidak pernah satu pun memuaskan
keberadaan bangsa ini. Kalaupun ada yang memuaskan, akan tetapi dibuat lengser
dan justru dijatuhkan. Padahal ia berjuang demi kepentingan negeri ini. Dari
mulai Soekarno. Soekarno merupakan presiden yang dikenal oleh seantero dunia.
Banyak pemimpin dunia mengakui bahwa presiden Soekarno adalah sosok yang
berdedikasi tinggi dalam memajukan bangsanya. Namun seiring waktu, hal itu
tidak berpengaruh besar terhadap ketentraman negeri ini. Justru pada saat
pemerintahannya, PKI meraja lela. Demikian puncaknya yang kita kenal dengan
G30S-PKI. Sehingga pada saat itu ditetapkan surat perintah sebelas maret atau
yang lebih kita kenal dengan Supersemar oleh Soeharto, untuk membasmi gerakan
PKI.
Pemberontakan
ini disertai dengan pergolakan politik yang memanas dari setiap partai politik.
Banyaknya golongan oposisi juga membuat kelemahan sistem pemerintahan, berujung
terpojoknya Soekarno sebagai presiden pada waktu itu. Dan tampil-lah Soeharto
dalam pergolakan politik tersebut, menurunkan Soekarno dari tampuk kepemimpinan
NKRI pada waktu itu. Singkat waktu bergantilah rezim kepemimpinan dari era
Soekarno ke Soeharto, atau dari orde lama ke orde baru. Dari mulai rezim
kepemimpinan inilah, awal kediktatoran Soeharto yang menganggap dirinya
pemangku/raja jawa, dimulai. Ia memerintah negeri lebih kurang 32 tahun
lamanya. Lantaran keinginannya menjadi pemimpin abadi (selamanya), hampir sama
seperti Soekarno.
Tidak akan ada
seorang pemimpin abadi. Soeharto kemudian lengser dari kepemimpinan karena
dianggap tidak manusiawi, tidak membela hak rakyat, membiarkan rakyat
menderita, tidak membebaskan rakyat untuk berpendapat, dan memuaskan
kalangannya sendiri. Indikasinya adalah banyaknya pengangguran, terjadinya
anarkisme, kerusuhan, kekacauan, banyaknya orang miskin, gelandangan, dan lain
sebagainya.
Akhirnya naiklah
BJ. Habibie sebagai pemegang kendali negara selanjutnya, dan berakhirlah orde
lama, kemudian beralih ke era reformasi. Dari mulai pemerintahannya
perekonomian negeri kembali stabil, nilai rupiah kembali ke zona ekonomi normal,
bahkan mencapai posisi 7000 rupiah per dollar, dibanding pada masa pemerintahan
Soeharto yang menurun tajam pada posisi 15.000 rupiah per dollar. Patut kita
berikan jempol empat, karena ini merupakan prestasi perekonomian tertinggi
diantara masa pemerintahan lainnya. Namun sebaik-baik pemimpin ada saja
kekurangannya, BJ. Habibie akhirnya diturunkan dari bangku presiden lantaran
membiarkan provinsi Timor timur lepas dari wilayah kesatuan RI. Ya,
alasan yang kontroversial dan sangat disayangkan bagi sebagian pihak pada waktu.
Padahal ia telah banyak membuat kemajuan negeri ini, walaupun dengan waktu yang
relatif sebentar. Tetapi dialah pemimpin terbaik menurut penulis, dibanding
yang lain.
Berlanjut
kemudian, naiklah Gusdur sebagai pemangku kepresidenan RI. Dalam masa
pemerintahannya, ia banyak mengunjungi negeri asing dengan alasan menjaga
integritas wilayah RI. Ya, alasan yang bagi penulis masih mempunyai arti
lain. Ia dikenal sebagai guru bangsa yang menjunjung tinggi nilai pluralisme
demokrasi. Ia biasa berdiskusi dengan ragam orang, seperti warna-warni dalam
pelangi. Tetapi demikian, ia merupakan presiden dengan pemikiran yang tidak
dapat dipahami dengan jelas dan terkesan kontroversial.
Dalam hal ini,
kita tahu bahwa dialah yang menginginkan pembubaran Departemen Sosial dan
Penerangan, lantaran dianggap kinerjanya tidak sesuai dengan UUD yang berlaku. Mereka
yang seharusnya mengayomi rakyat dalam ketentraman, malah korupsi gede-gedean, anggap Gusdur waktu itu.
Dia juga yang menginginkan adanya pencabutan Tap MPR No. 25 MPRS 1966, dengan
alasan melindungi semuanya dan ketentuan Tap MPR tersebut bertentangan dengan
undang-undang. Hal ini yang menyebabkan pendapat sebagian orang yang menganggap
bahwa Gusdur terkesan memberikan pembelaan kepada PKI, yang ditakuti
kebangkitannya kembali. Akhirnya era Gusdur lengser secara paksa, dengan
pengangkatan Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden RI selanjutnya, yang
dinisbatkan setelah digelarnya sidang istimewa MPR RI tanpa kehadiran Gusdur
sebagai presiden (waktu itu Megawati masih menjabat sebagai Wakil presiden RI).
Megawati
merupakan seorang presiden perempuan pertama RI. Perempuan bukan tidak layak
memimpin. Dalam islam, perempuan boleh dan berhak memimpin hanya di kaumnya
saja alias di kalangan perempuan saja, tak lebih. Apa jadinya jika seorang
perempuan memimpin sebuah negeri, maka akan terjadi sebuah dilematisasi. Karena
perempuan punya satu kecenderungan untuk selalu bersama dengan anaknya, maka
otomatis perempuan punya andil dalam membesarkan anaknya, termasuk
memperhatikannya setiap hari, memberikan kasih sayang yang berarti,
mengutamakan kepentingan rumah tangga, bukan mementingkan kepentingan karier
semata. Perempuan juga punya kelemahan dalam memandang orang lain. Banyak
perempuan yang tidak tegas menangani masalah sebuah organisasi umum yang di
dalamnya tidak hanya perempuan saja, tetapi juga lelaki.
Jangankan
masalah organisasi, dalam hal percintaan saja perempuan banyak yang ragu dalam
mengambil langkah, sehingga banyak diantara mereka yang tergoda begitu saja
lantaran diiming-imingi kebahagian dan kesenangan hidup yang sementara oleh
para lelaki (tidak semuanya). Dari pantauan ini, lalu kita kaitkan dalam
organisasi umum! Apa yang terjadi seandainya seorang perempuan memegang
organisasi umum atau organisasi masyarakat? Bukan malah menghasilkan sebuah
kepemimpinan karismatik, melainkan suatu kepemimpinan boneka. Perempuan banyak
yang diperalat oleh lelaki dalam mengambil keuntungan sendiri. Penulis tidak
bermaksud untuk menghina perempuan dalam hal ini. Hanya saja perlu ada
peringatan bahwa perempuan adalah mahkota bagi lelaki, jadi jangan mau diperalat
oleh lelaki. Kelemah-lembutan perempuan terkadang dimanfaatkan oleh banyak
lelaki untuk sebatas pemuas nafsu belaka. Dan ini merupakan bentuk pelecehan
bagi perempuan.
Jadi, untuk
menghindari hal semacam ini, lebih baik perempuan berlindung saja kepada lelaki
yang baik, punya andil dalam keluarga, pengertian, dan penyayang. Perempuan
lebih baik tidak usah ikut campur dalam hal kepemimpinan umum, apapun
kepemimpinan umum itu. Dari itu kita kembali ke pokok permasalahan kita tentang
penantian seorang pemimpin. Bagaimana kepemimpinan seorang Megawati? Begitulah
adanya, tanpa perlu diruntut kembali. Ada presiden di balik presiden,
istilahnya seperti itu. Dengan kata lain, ada sebuah pemerintahan di balik
layar. Ini yang membuat ketidak-tegasan Megawati dalam memerintah. Seperti dalam
kasus pulau Sipadan dan Ligitan. Pengakuan Malaysia terhadap kedua pulau
tersebut, tidak membuahkan respon yang berarti. Malaysia akhirnya merebut kedua
pulau tersebut.
Setelah era
Megawati, berlanjutlah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono atau lebih
familiar dipanggil dengan SBY. SBY merupakan salah satu sosok pemimpin terbaik
menurut penulis selain BJ. Habibie, dari era kepemimpinan lainnya. Dalam pemerintahannya-lah,
KPK dibentuk, sehingga mengurangi jumlah korupsi di Indonesia, yang juga
menguak sindikat-sindikat korupsi di Indonesia, walaupun sekarang makin
berkurang personilnya. Selain itu juga, pada masa pemerintahannya terdapat Densus
88 yang bertugas menangani terorisme yang sekarang mulai berkurang pula
keberadaannya, walaupun harus mengeluh dada, karena banyak sekali korban
penyiksaan tak berdosa lantaran dituduh teroris.
Sebagai pemimpin
yang punya pendidikan kemiliteran, ia otomatis punya militansi yang tinggi
dalam menangani masalah internal dan eksternal negeri ini, apalagi masalah
pertahanan dan keamanan, sebagaimana penanganan gerakan saparatis, teroris, dan
anarkis lainnya di dalam negeri. Adapun di luar negeri, SBY mengirimkan
delegasi pasukan Garuda sebagai pasukan perdamaian PBB, demi menjaga
ketentraman dunia, termasuk penanganan bantuan ke bumi Palestina. Meskipun
demikian ada kekurangan yang mesti dicatat, SBY kurang memperhatikan
permasalahan TKI yang makin hari makin tak terurus, dengan begitu banyaknya
penggelapan, ilegaloging, mafia-mafia pajak.
SBY juga kurang
memperhatikan integritas wilayah RI, sehingga beberapa kali zona-zona
perbatasan wilayah kesatuan RI dilewati (tanpa izin) begitu saja tanpa ada
penanganan yang berani dan hampir saja sebagian wilayah perairan RI direbut
oleh pihak tetangga, seperti yang terjadi pada kasus perairan Ambalat. Padahal
itu merupakan pelanggaran wilayah yang sudah menjadi ketentuaan, dan peraturan
RI dengan negara tetangga. Dalam hal ini SBY kurang tegas menangani masalah
tersebut. Namun demikian ini sudah menjadi mafhum bersama, karena SBY adalah
pewaris masalah dari era kepemimpinan sebelumnya, yang juga bertubi-tubi
masalah.
Sekarang era
kepemimpinan sudah berubah, dari SBY, tongkat estafeta kepemimpinan kini berpindah
ke era Jokowi. Kita akan menanti tentunya, bagaimana sepak terjangnya dalam
mengurusi negeri ini. Sebelumnya SBY sudah mengakhiri jabatannya dengan cukup memuaskan kalangan pengendara bermotor,
terkait penanggulangan kenaikan BBM. Walaupun di sisi lain, mungkin banyak
kekurangan mendasar tentang permasalahan yang dihadapi selama era
pemerintahannya. Era Jokowi telah tiba, kita nantikan apakah ia dapat menjadi
pemimpin super karismatik seperti yang diidam-idamkan oleh masyarakat atau
malah justru sebalik malah memperparah.
Begitulah
pemimpin-pemimpin kita dari tahun ke tahun. Kita sekarang menanti pemimpin yang
karismatik sebagaimana yang dikemukakan dalam paragraf sebelumnya. Pemimpin
dinilai tidak hanya prestasi dari segi akademis dan non-akademis, tetapi juga
dalam hal lain menyangkut kematangan seorang pemimpin. Untuk mencari sosok pemimpin
yang karismatik, tidaklah mudah. Pemimpin juga berasal dari rakyat. Dan
seringkali, yang saya tinjau dari pemimpin-pemimpin kita, adalah memgutamakan
segi kepopuleran, kekayaan, dan sejauh mana ia membawa negeri dalam kedok
politiknya yang merupakan aspek tidak disadari oleh kita selaku rakyatnya.
Sepak terjang mereka di kancah politik, bukan semata-mata untuk mengendalikan
stabilitas negeri yang makin hari, makin menurun.
Tentu saja
sebagai rakyat yang menghuni negeri ini, kami merasa terenyuh melihat keadaan
negeri ini. Dari dulu negeri ini belum menemukan jati dirinya, walaupun sudah
berulang tahun selama kurang lebih 69 tahun. Ini karena kita belum menemukan
seorang pemimpin yang berkarisma tinggi (super karismatik), yang punya
idealisme, pengaruh besar terhadap rakyat tanpa iming-imingan atau menghalalkan
segala cara, punya rasa cinta negeri tanpa pandang materi, punya empat aspek
kepemimpinan (siddiq, amanah, fathanah, tabligh), dan yang paling penting lagi
adalah punya kesiapan dalam memimpin, termasuk rendah hati, optimistis, dan
sudah menyatu dengan rakyat biasa selama hidupnya. Pertanyaan sekarang adakah
pemimpin seperti yang saya gambarkan ini? mari jawab bersama dengan kesadaran.
0 komentar:
Posting Komentar