Wajah “Kita
Semua” dari Pra sampai Pasca Lebaran
Banyak
orang menyalah artikan lebaran yang biasa kita semua rayakan sekali setahun. Baik
sebelum dan sesudah lebaran, selalu hal. Dan sekarang lebaran sudah terlewati
waktunya, akan tetapi perkara hedonisme dan materialisme masih saja tertanam
begitu kental di dalamnya, dan membekas seterusnya. Menjadi rayuan ampuh dan
berpengaruh masa kini, sampai-sampai menjadi bumbu penyedap di dapur rumah
tangga.
Pra
lebaran, sebelum momentum lebaran atau yang dalam islam lebih dikenal dengan
Idhul Fitri terjadi, memang membuat hiruk-piruk masyarakat Indonesia
beramai-ramai menyambutnya dengan antusias dan menjadikan kepentingan tiap
individunya. Semua tidak ingin melewatkan kesempatan setahun sekali ini tanpa
mendapatkan apa-apa, semua ingin mendapatkan setidaknya keuntungan kecil dan
sedikit. Segala macam usaha dikerahkan, sampai usaha kotor pun diusahakan.
Hampir
setiap kali menjelang lebaran kasus-kasus kehilangan, pencurian, dan
kriminalitas lain, terjadi begitu saja secara lumrah.Masyarakat yang sudah
mempersiapkan keperluan-keperluannya untuk mempersiapkan lebaran, kebanyakankurang
dan tidak berpikiran peka terhadap masyarakat di sekitarnya. Zakat paling-paling
hanya dijadikan ritual pemberian seadanya, padahal ada begitu banyak yang masih
bisa diberikan saat zakat tersebut.
Kasus-kasus
seperti kehilangan, pencurian, dan kriminalitas lain, awalnya bukanlah suatu hal
lumrah, tentu ada awal mula mengapa pra lebaran ini selalu dihiasi dengan
kasus-kasus kriminalitas tersebut. Jika disangkut pautkan, kita akan mendapati
titik temu, melihat bagaimana masyarakat kita saat mempersiapkan momentum
lebaran. Seperti diungkapkan dalam paragraf sebelumnya, bahwa ada
ketidak-pekaan diantara kita semua selaku Human
Life Sosiality.
Kita
sebagai sesama manusia yang hidup dalam tatanan sosial hanya sedikit memikirkan
keperluan orang yang sebenarnya lebih membutuhkan daripada kita, bahkan ada
yang sama sekali tidak memiliki sedikitpun untuk memikirkan mereka yang lebih
membutuhkan. Keegoan sesungguhnya telah menghalangi kita semua melakukan hal
terbaik, sehingga sedikit kemanfaatan yang kita miliki dapat kita diberikan
kepada yang lain dibawah kita.
Zakat
bukanlah sekedar ritual pemberian seadanya. Ia adalah pemberian
sebesar-besarnya, sebanyak-banyaknya sebagai perhatian yang juga besar dan
banyak terhadap orang-orang yang lebih membutuhkan. Selain itu juga, ia adalah
kewajiban di hadapan Allah SWT, bentuk penghambaan dan persembahan diri kepada
Allah SWT.
Melihat
kekurang-tidak-pekaan yang melanda
masyarakat kita, apalagi jika menilik keserakahan-keserakahan oknum-oknum
tak bertanggung jawab terhadap amanahnya sebagai pemimpin, sejak dulu sampai
sekarang, maka patutlah dijadikan provokator dibalik semua kasus yang menimpa
masyarakat kita ini. Bukankah pemimpin adalah suri tauladan bagi masyarakatnya
yang dipimpin. Sehingga lantaran perlakuan pemimpin yang demikian tidak terpuji
tersebut merembet sampai pada masyarakat kalangan bawah. Mereka masyarakat
kalangan bawah yang mayoritas tidak mampu, serta membutuhkan kesejahteraan
tidak pernah merasakan kenikmatan seperti apa yang dinikmati orang-orang di
atasnya. Walaupun kesejahteraan berupa kenikmatan dalam berlebaran sekalipun.
Lain
pra lebaran, lain pula pasca lebaran. Setelah lebaran berlangsung, ada banyak
barang-barang baru yang menghiasi rumah. Dari mulai pernak-pernik sampai bumbu
dapur (seperti yang penulis ungkapkan di paragraf pertama), semua didesain dan
diatur sedemikian rupa dengan latar berlebih-lebihan. Bisa dibilang semua lini
rumah saat itu telah disulap menjadi kemewahan, glamor, dan terlalu
materialistik. Semua serba baru, serba mencolok, serta mengkilau, kontras
dengan budaya kita saat Rasulullah SAW, para sahabat, tabiin, tabiit tabiin dan
ulama pewaris nabi juga menyambut, menjalankan, sampai melewati hari yang sama,
yaitu hari Idhul Fitri, yang oleh kita disebut-sebut sebagai hari lebaran.
Sebagai
orang yang meneladani Nabi Muhammad SAW, dan para penerusnya, seharusnya kita
semua mestinya malu, kita semua mesti menyadari satu hal penting saat pra dan
pasca lebaran berlangsung. Yaitu, kesadaran islami rahmatan lil alamin.
Kesadaran yang justru memompa kita untuk nikmat bersama, sejahtera bersama,
makmur bersama, keselamatan bersama. Itulah sebenarnya inti dari berlebaran,
Idhul Fitri, semakin hari, kita semakin mengamati keadaan dalam kebersamaan.
Tidak hanya saat zakat saja, tidak hanya saat puasa
Ramadhan saja. Lantas lupa setelah zakat dan puasa tersebut berlangsung.
Hedonisme
dan materialisme mungkin saja telah merenggut banyak dari kita, membuat gegar
otak, lupa pada asalnya. Hiburan-hiburan yang tiada henti tanpa memperhatikan
muammalah dan ibadah. Suara lengkingan petasan yang bertalu-talu sebagai
penabur kegembiraan di satu sisi tanpa mengerti sisi yang lain. Barang-barang
baru yang berhasil mencuri perhatian, dan juga mencuri kebahagian orang lain.
Dan banyak lagi. Semua itu hiasan sebenarnya yang terpampang dalam wajah kita
semua saat berlebaran. Inilah wajah kita semua dari pra dan pasca lebaran.
Akankah adanya perubahan di masa mendatang? Membuat wajah kita berbeda,
demikian berseri-seri bersama? Karena semua merasakan kebahagiaan yang sama, kesenangan
yang sama, serta kenikmatan yang sama? Akankah?
0 komentar:
Posting Komentar