Rabu, 26 Juni 2013

0 Budaya Koruptif dalam Diri Remaja


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!
Budaya Koruptif dalam Diri Remaja

Kalau ditanya soal negeri terkorup di seluruh dunia, maka negeri ini adalah juaranya. Sudah tak perlu panjang dan lebar dibahas kesana-kemari, mengapa negeri yang kaya ini justru menjadi negara terkorup di dunia, terlalu panjang untuk dijabarkan. Sekarang yang perlu dibahas adalah problema yang melanda remaja kita ini, yang juga ikut-ikut korup dalam membudidayakan sikap keremajaannya di kehidupan sehari-hari.
Budaya koruptif tengah meracuni remaja-remaja kita yang diakibatkan oleh contoh-contoh tidak baik dari para pendahulunya. Dimana saja, kapan saja selalu ada budaya koruptif dengan beragam wajah, oknum, dan tingkat strata masyarakat. Akhirnya, remaja juga yang kena cipratannya. Remaja yang seharusnya diayomi agar tidak labil, malah dipertontonkan berita-berita yang isinya itu-itu saja, pasti kaitannya dengan penyelundupan, pasti kaitannya dengan penggelapan, pasti kaitannya dengan korupsi, dibawah satu payung KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Bukan masalah beritanya, permasalahannya terletak pada isi berita yang kian membuat miris bangsa ini. Tidak ada habis-habisnya, selalu saja menjadi topik yang tidak ada henti-hentinya dibicarakan.
Tentu ini menjadi permasalahan kita semua sebagai bangsa yang mendiami negeri ini. Karena biar bagaimanapun, negeri ini nanti akan memiliki tunas bangsa yang akan menjadi penerus pendahulunya. Nah, realitanya negeri kita sekarang ini sedang mengalami krisis yang berkepanjangan dengan tingkat kesejahteraan rendah. Untuk saat ini, akan sangat sulit mengeluarkan negeri  dari krisis yang tengah melanda ini. Ya, paling tidak dengan ini, walaupun kita sulit keluar dari situasi seperti ini, kita sepatutnya sadar posisi kita sekarang. Situasi yang mendesak diri sendiri saja, kita harus hadapi dengan semangat, apalagi situasi menyangkut nama martabat bangsa dan negara, jangan sampai kita malas-malasan.
Ini tentang remaja. Remaja kita dengan mudah menghirup kebiasaan-kebiasaan koruptif. Dan ada kemungkinan nanti, mereka akan mengikuti sikap dan tingkah laku yang berbau koruptif dengan tingkat yang amat parah melebihi pendahulunya. Mereka bisa saja ikut korupsi seperti pendahulunya, tidak sebatas sikap dan tingkah laku koruptif yang biasa mereka mainkan saat ini. Mereka juga dapat menyelundupkan apa saja yang mereka butuhkan demi keuntungan sendiri tanpa memikirkan orang lain, karena mereka akan lebih parah dari pendahulunya. Penggelapan berupa uang bermilyaran, triliunan yang biasa dilakukan pendahulunya, akan mereka lakukan bahkan melampaui keserakahan pendahulunya. Karena para remaja ini tengah menghadapi tekanan dari segala penjuru, berbeda dengan orang zaman dulu, para pendulu kita yang hidupnya tidak diiringi oleh informasi dan teknologi yang memadai. Ya, semoga saja tidak terjadi hal-hal separah itu.
Untuk itu penting bagi seorang pemerhati pendidikan untuk memperhatikan nasib anak bangsa ini. Para orangtua dan guru sebagai orang-orang terdekat dan disegani, mempunyai andil dalam meluruskan anak-anaknya. Ada beberapa contoh kenakalan remaja menyangkut budaya koruptif yang kini semerbak di tanah air ini.
Pertama, kasus contek-mencontek. Dalam bidang pendidikan, kasus ini sudah lama menghiasi sektor ujian nasional di tanah air ini. Sekian lama kita terjajah oleh contek-mencontek, dan secara gamblang dianggap oleh kita sebagai sesuatu yang biasa dilakukan, ditradisikan, dan dibanggakan tiap tahunnya. Naas sekali melihat selang pandang seperti ini. Lebih parah lagi, contek-mencontek ini tidak hanya menggerogoti bidang pendidikan, tetapi ikut menggerogoti bidang lainnya. Seperti dalam sektor pers dan entertaiment. Negeri ini telah banyak mencontek konsep barat dalam pengadaan reality show, kontes penyanyi, kontes kecantikan dan lain sebagainya. Indonesian Idol, yang mencontek American Idol dari mulai penjurian, peserta, cara penyeleksian, proses eliminasi, semuanya mengikuti American Idol, bahkan lay out tulisan Indonesian Idolnya pun mengikuti American Idol. Indonesian Idol memang tidak ada lagi, tapi hal ini tidak menjerakan pihak terkait. Muncul kemudian X-Factor menggantikan Indonesian Idol. Ini belum seberapa karena masih ada banyak lagi. Anda sendiri bisa menilainya, jika menonton televisi.
Negeri ini seperti kekurangan kreativitas, padahal ada banyak ide-ide kreatif yang bisa diaplikasikan, kalau saja suara-suara hati tersebut mau didengarkan. Jangankan mendengarkan ide-ide kreatif tersebut, mendengarkan suara kebenaran pun tak pernah sama sekali. Inilah jadinya negeri ini, negeri yang latah dan penuh intrik berbahaya. Negeri ini sudah terpengaruh banyak campur tangan barat, sehingga proses perkembangannya pun harus mengikuti kemajuan barat. Padahal apa jaminan negeri ini maju dengan sistem yang mereka terapkan. Adanya hanya sistem penghancur perlahan-lahan, bukan sistem yang mendukung perkembangan negeri ini ke depan.
Kita hanya masih belum sadar saja, tengah menghadapi dekadensi moral yang parah. Pasti anda setuju kalau budaya latah itu adalah budaya orang penguntit, tak berpendirian, dan parahnya sampai mencuri. Orang penguntit itu orang yang tidak disukai keberadaannya karena dianggap selalu mengikuti kemana saja arah tujuan seseorang. Mereka tak berpendirian, karena mereka selalu mencontek tiap gerak-gerik orang yang mereka ikuti. Terakhir mereka akan mencuri konsep yang mereka sudah pahami, dan mengaku-ngaku kalau konsep tersebut adalah konsep atau sistem yang mereka buat dengan jerih payah sendiri. Lebih parahnya lagi, mereka akan menghilangkan dan memusnahkan dokumen-dokumen, manuskrip-manuskrip, tentang konsep sebenarnya, tentu beserta dengan pembuat dan penggagas awalnya. Amat bahaya bukan seorang penguntit, ia dapat menjadi seorang mata-mata dan pencuri ulung. Itulah yang terjadi sekarang, negeri ini tengah dididik untuk menjadi seorang penguntit, agar mereka mempunyai anak-anak buah yang patuh terhadap mereka. Bukankah mereka terkenal dengan penguntit? Yang tidak senang memiliki pesaing disampingnya.

Apa jadinya bangsa dan negara ini, jika terus-menerus mengikuti sistem penghancur tersebut. Bangsa akan terpecah belah, negara perlahan-lahan akan mengalami kemunduran bukannya kemajuan. Memang ada secuil titik-titik dimana sistem tersebut mendukung kemajuan negara, tetapi jika terus menerus termakan sistem tersebut, maka tak ayal lagi negeri ini akan hancur perlahan-lahan. Kalau sudah demikian, semua strata masyarakat dari segala tingkat akan saling menyalahkan satu sama lain, yang kaya menyalahkan yang miskin begitupun sebaliknya, yang tua menyalahkan yang muda begitupun sebaliknya, yang punya derajat lebih tinggi menyalahkan anak buahnya begitu juga sebaliknya.  Mau tidak mau juga bangsa ini mengorbankan anak bangsa, para remaja yang selama ini menjadi harapan penerus dan tunas bangsa.
Sampai detik ini pun ada banyak remaja kita yang sudah terkontaminasi oleh tontonan-tontonan tak beresensi dan bermoral, apa yang mereka dengar, apa yang biasa mereka lihat sepanjang hari. Mereka sudah menjadi korban sifat orangtuanya yang seharusnya memantau, mengayomi, memerhatikan, mendidik, menyadarkan, dan menjadi sandaran. Naas memang, banyak dari orangtua yang tidak mengerti keperluan anak sebenarnya, justru beralasan mereka sudah berusaha menjadi yang terbaik bagi anaknya, nyatanya mereka selalu fokus terhadap pekerjaan, sibuk dengan kepentingan duniawi, dan secara enteng mereka hanya bilang bahwa mereka telah memberikan pendidikan yang layak, fasilitas yang layak, sarana yang nyaman, penghidupan yang lebih dari cukup tanpa berpikir anak mereka sedang ada di rumah, sendirian tidak ada teman untuk mencurahkan keluh-kesahnya.
Begitu juga, ada guru yang tidak mengetahui seluk-beluk anak didiknya. Mereka hanya mengajar saja di sekolah tanpa membimbing anak didiknya di luar sekolah. Guru seperti inilah yang seringkali acuh tak acuh jika ada masalah menimpa anak didiknya di luar sekolah, dengan alasan itu bukanlah tanggung jawabnya lagi karena berada pada lingkup di luar sekolah. Padahal ada banyak anak didik yang membutuhkan pertolongannya agar keluar dari problema yang melilit mereka (anak didik). Tentu saja bagi mereka yang tidak mempunyai orangtua pasti akan melimpahkan dan mencurahkan segala keluh-kesahnya kepada gurunya, bukankah demikian?
Untuk itu permasalahan kedua yang mesti dihadapi oleh seorang pendidik adalah kasus pelarian. Kasus pelarian biasanya seringkali kita dengar saat anak didik merasa dirinya tidak mempunyai siapapun, sehingga ia lari dari tanggung jawabnya, lari dari kebiasaan positif, lari dari ujian hidup yang menurutnya adalah kebosanan, lari dari tekanan batin yang semakin menghimpitnya. Kasus Ini sebenarnya bukanlah bagian dari budaya koruptif. Namun biar bagaimanapun seorang remaja pelarian, berarti dia sudah mengalami frustasi dan bisa jadi inilah penyebab timbulnya sikap dan perilaku yang tidak diinginkan oleh pemerhati pendidikan, termasuk sisi koruptif dalam diri remaja. Memang seperti inilah awalnya, lantaran tidak ada perhatian sama sekali dari kalangan pendidik, baik pendidik di rumah maupun di sekolah, mereka akhirnya lari dan menginginkan kesenangan sebagai penghibur kebosanan mereka, karena tidak ada kasih sayang yang mereka butuhkan.
Dan ujung-ujungnya diantara mereka ada yang mengakhiri hidupnya, karena tidak mendapatkan kesenangan yang paling mereka inginkan walaupun sudah berusaha menghibur diri dengan kesenangan lain. Lama-kelamaan mereka bosan dengan hidup ini, dan bunuh dirilah menjadi jalan pintasnya. Sungguh tragis mengakhiri riwayatnya dengan bunuh diri. Siapa yang patut disalahkan? Pastilah seorang pendidik. Baru satu masalah bunuh diri, adalagi anak didik pelarian yang berubah menjadi anarkis dan tidak terkontrol. Pekerjaannya tauran, pembuat onar, dan tukang rusuh. Adalagi anak didik pelarian yang main geng-gengan, sekedar mencari kesenangan. Adalagi yang mengkonsumsi miras dan narkoba/narkotika. Lagi-lagi ini kesalahan pendidik yang tidak menjalankan tugasnya dengan benar. Masalah-masalah tersebut merembet, dan ada masalah lain yang menunggu, tidak ada habisnya. Bisa jadi di kemudian hari, ada dan akan muncul masalah baru dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Sekali lagi ini menyangkut kejelian seorang pendidik. Remaja tidak akan mengambil jalan pintas seperti yang dipaparkan, kalau saja ada inisiatif dari seorang pendidik untuk memperhatikan setidaknya seorang anak didik atau seorang anak saja, tidak usah banyak-banyak. Kalau sudah terselesaikan satu saja, pendidik bisa mempunyai gambaran tentang anak didiknya yang satu ini, dan gambaran ini pasti tidak jauh berbeda dengan permasalahan anak didik lainnya yang menjadi pelarian. Intinya harus diperhatikan anak didik itu, agar tidak lepas dan dalam keadaan stabil meskipun pelarian. Anak didik yang menjadi pelarian itu mempunyai kebingungan, maka tugas seorang pendidik adalah membuatnya yakin dan kepercayaan dirinya melonjak stabil.
Perlu diketahui hal-hal seperti mencontek, bunuh diri, tauran, geng-gengan, mengkonsumsi miras dan narkoba/narkotika, semua itu bukanlah budaya yang baik dalam dialektika pendidikan khususnya. Itu semua adalah budaya koruptif yang mesti dihilangkan sampai akarnya. Dari mulai mencontek, orang yang mencontek adalah orang yang punya bakat untuk mencuri. Realitasnya, mencontek ibaratnya seperti mengambil sesuatu tanpa diketahui orang lain, mengambil untuk mengetahui kunci jawaban yang benar, mengambil agar tahu jawaban teman, mengambil untuk mencontoh kebudayaan orang lain, mengambil untuk menjiplak karya orang lain, dan hal ini sama saja dan sesuai dengan konsep mencuri. Bunuh diri, adalah perbuatan terburuk diantara yang terburuk, karena berani menentukan takdir kematiannya sendiri. Orang yang bunuh diri adalah orang yang gambarannya mengambil nyawanya sendiri, tanpa pikir panjang dan kebanyakan terjadi tanpa sepengetahuan orang lain. Bunuh diri sama saja mencuri, karena merampas kebahagiaan orang lain. Orang disekelilingnya akan merasa sedih, berduka dan merasa bersalah. Tauran, adalah kebiasaan orang bobrok yang mementingkan emosi kebanding hati nurani. Tauran identik dengan kerusuhan, pertikaian, pertengkaran yang niat awalnya adalah merusak. Biasanya cenderung terjadi karena adanya unsur balas dendam. Ciri-cirinya adalah keroyokan, dan tidak gentleman. Geng-gengan, sama dengan pilah-pilih teman, dan kita tahu pilih-pilih teman sama dengan mementingkan ego dan lagi-lagi mengambil keinginan orang lain yang ingin bergaul dan punya teman.
Mengkonsumsi miras dan narkoba/narkotika, ialah pekerjaan pengangguran. Mau dibilang apalagi? Tidak ada yang pantas, pengangguran tetap pengangguran. Sebenarnya ini sindiran, karena pengkonsumsi miras dan narkoba/narkotika seperti tidak ada kerjaan saja. Mengkonsumsi miras dan narkoba/narkotika sama saja dengan memanipulasi haknya dan mengurangi kewajibannya, karena orang yang mabuk-mabukan pasti berpikir tidak jernih dan merugikan orang lain. Orang yang terdidik tidak akan punya keinginan untuk melakukan hal-hal demikian, karena orang yang terdidik adalah orang yang paham akan kredebilitas dirinya, dan punya porsi keseimbangan untuk memilih mana yang benar dan mana yang salah baginya. Orang yang terdidik juga tahu dan sadar hakikat dari pendidikan, dimana hubungan atau relasi antara pendidik dengan anak didik sangat penting sekali dalam mewujudkan kepentingan bersama. Oleh karena itu, jika ada hal janggal yang kita temui dari seorang anak didik dengan tingkat labil yang tinggi, maka perlu dipertanyakan pendidiknya. Dan jika ada diantara pendidik yang malah mencontohkan hal-hal yang tidak diinginkan tersebut, artinya perlu dipertanyakan ihwal kedudukan dan posisinya sebagai seorang pendidik.
Sekarang anda sudah tahu bukan, betapa berbahaya dan merugikannya KKN itu. Budaya koruptif saja merugikan, apalagi KKN. Pesan terakhir saya, sebagai seorang pelajar, jangan sampai kita menunggu datangnya uluran tangan orang lain. Usahakan untuk menjauhi sendiri hal-hal berbau budaya koruptif tersebut. Kalaupun kita sampai putus asa, jangan sampailah terjerumus hal-hal demikian, karena anda kini sudah tahu betapa merugikannya hal-hal tersebut, baik bagi diri sendiri dan orang lain. Pesan terakhir saya, sebagai seorang pendidik. Pendidik adalah tugas mulia, yang harus diemban erat-erat dan tidak dilepaskan begitu saja. Ada banyak anak didik yang memerlukan perhatian seorang pendidik, karena teman sebaya saja tidak cukup untuk mereka. Butuh perhatian berupa kasih sayang dari orang dewasa kepada mereka. Orang dewasa, orang yang lebih tahu dan lebih berpengalaman dari mereka, dan tempat resmi untuk berkeluh-kesah kebanding kepada teman-teman sebayanya. Jadi, baik orangtua maupun guru, mari perhatikan anak kita.  

       

             

0 komentar:

Posting Komentar