Khauf
dan Raja’: Keseimbangan Spiritualitas
Muslim
“Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan
kami pada suatu hari yang (di hari itu)
orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.” (QS. Al-Insan [76]: 10)
Dalam ayat
di atas dikemukakan bahwa sesungguhnya manusia takut terhadap azab yang
diberikan oleh tuhan. Mereka takut seandainya digolongkan sebagai orang yang
bermuka masam, lantaran mereka akan selalu dihadapkan pada akhir kenyataan yang
pahit. Dijamin dan dipastikan golongan bermuka masam ini akan mendapati
kesulitan di akhirnya, termasuk memperoleh azab yang pedih. Hanya penyesalan
yang kemudian terlontarkan dari mulut mereka. Benak mereka pun hanya terisi
pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Bagaimana caranya saya bisa diampuni oleh Allah, Tuhan Semesta Alam?
Apa jalan keluar dari semua ini? Ya Allah bisakah kau kembalikan saya pada masa
itu (dimana saya melakukan banyak dosa)? Saya akan memperbaikinya, Dan
lain-lain... semuanya jelas percuma. Maka jangan sampai kita menyesal di
akhir. Menyesal-lah di pertengahan sebelum beranjak dan melangkah lebih jauh.
Sesuai
dengan keterangan Al-Quranul Karim, maka orang-orang yang berbuat kebajikan-lah,
yang dapat terhindar dari golongan bermuka masam, dimana orang-orang bermuka
masam ini akan selalu menghadapi kesulitan dimanapun dan kapanpun. Orang-orang
yang berbuat kebajikan akan senantiasa melajurkan dirinya pada jalan yang
lurus, mereka selalu bersyukur terhadap apa yang menjadi pertimbangan
(ketentuan) Allah SWT. Mereka juga selalu takut akan berbuat sesuatu yang
semena-mena, sembrono, dan tak terkontrol. Intinya mereka selalu takut! Harta
darimana yang mereka dapat, makanan apa yang seharusnya mereka makan, pengaplikasian
sikap, sifat dan perbuatan, semuanya dipertimbangkan dan dipikirkan betul-betul,
demi sebuah kategori halalan toyyiban.
Lantas bagaimana solusi supaya kita senantiasa takut (punya perasaan takut)
terhadap Allah SWT? Kita akan membahasnya setelah penjelasan ayat berikut ini.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, maka mereka itu
mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Baqarah [2]: 218)
Umpama
seperti orang-orang berhijrah ke tempat yang jauh dari keramaian, sorak-sorai bising,
dan keduniawian yang menggiurkan. Seakan mereka hidup sendiri tanpa sapaan,
tanpa perbincangan menjerumuskan, tanpa mengenal yang lain. Semua itu terjadi
karena mereka yang berusaha untuk menjauhi segala bentuk kemaksiatan, tidak
melanggar syariat islam, lebih mengutamakan kebaikan, kebenaran, hal-hal
positif, terlebih cinta Allah SWT, daripada harus terjerumus keduniawian fana (fasad) yang bisa saja membawa mereka pada kemaksiatan. Mereka yang
seakan sendiri itu, yang seakan hidup di negeri yang sepi tanpa mengenal, telah
rela meninggalkan semua kesenangan sementara. Harta yang telah mereka miliki,
mobil, motor, rumah, perusahaan, saham investasi, hotel, apartemen dan
segalanya telah mereka tinggalkan.
Harapan
mereka bertumpu pada Allah SWT. Harapan besar inilah yang mereka yakini. Mereka
beriman kepada Allah, Malaikatnya, Kitabnya, Rasulnya, Hari Kiamat, Qadha dan Qadar. Mereka berhijrah dan berjihad demi mengharap rahmat Allah
SWT. Dengan berkorban di jalan Allah SWT, mudah-mudahan mereka dapat cinta
Allah. Dengan berjihad di jalan Allah, mudah-mudahan mereka digolongkan kepada
orang-orang yang beruntung, bukan orang-orang yang rugi. Dengan kualitas
keimanan mereka, mudah-mudahan aqidah dan itikadnya dapat dipertahankan.
Kedua ayat serta
penjelasannya tadi, mengingatkan kita pada Khauf
dan Raja’. Ayat pertama mengungkapkan
tentang ketakutan hamba Allah yang dalam bahasa arab disebut Khauf. Kemudian pada ayat kedua
dijelaskan, bahwa hanya orang-orang beriman, orang-orang berhijrah dan berjihad
di jalan Allah yang mengharap rahmatnya, karena mereka-lah yang percaya,
meyakini, merasakan begitu indahnya jalan Allah. Dan inilah Raja’ yang berarti mengharap dan
pengharapan. Dari sinilah kemudian penulis mengembangkan pembahasan secara
lebih spesifik. Ini kaitannya dengan Khauf
dan Raja’, dimana dua dimensi ini
akan jadi dasyat, seandainya keduanya dikolaborasikan dan diseimbangkan tanpa
melebihi kadar sewajarnya.
Komposisi Ideal
Khauf adalah satu sisi yang kita miliki
sebagai makhluk ciptaan Allah. Ketakutan dalam diri manusia seringkali dikaitkan
dengan hal yang buruk, semisal takut gagal, takut tidak sukses, takut karena
pesimis. Namun ketakutan manusia juga dapat berarti baik, jika ketakutan itu
seperti halnya takut kepada Allah, takut mengganggu orang lain, takut
menyepelekan waktu. Khauf disini
lebih mendalam lagi, karena ini bukan sembarang ketakutan seperti yang
diperbandingkan di atas. Ini Khauf (ketakutan)
yang hanya dimiliki oleh orang yang membentengi dirinya dengan iman, mendasari
pahamnya kembali pada islam, menilik tiap langkahnya bersamaan dengan ihsan.
Ketika seorang
sudah membentengi dirinya dengan iman, maka
niscaya dia akan takut berbuat yang dilarang oleh agamanya. Begitu halnya
dengan islam dan ihsan, ketika seorang sudah mengingat islam sebagai pondasi
sikapnya, dan ihsan sebagai implementasi perbuatannya, maka tidak akan
diragukan lagi, Khauf (ketakutan)
dalam artian ketaqwaannya kepada Allah akan terus bergulir sehingga berbuah
eksistensi yang produktif. Hasilnya adalah kita dapat kebahagiaan dunia dan
akhirat. Mengapa demikian? Ini karena kita menjadikan iman, islam, dan ihsan
sebagai tiga penyangga kita, tiga penyangga ini kemudian membuat kinerja Khauf menjadi ampuh. Khauf yang bernilai spiritual. Inilah
komposisi awal solusi agar kita selalu takut kepada Allah dan berharap kebaikan
dunia dan akhirat. Semua ingin dapat kebahagian dunia dan akhirat bukan! Maka
semuanya bisa mengawali dengan komposisi ini.
Kedua, kita
memasuki Raja’. Kita seringkali berharap
kebaikan selalu menyertai dimanapun, kapanpun, dan keadaan apapun. Raja’ adalah harapan yang berbentuk
optimisme total, dan saat itu kita percaya betul terhadap apa yang kita jalani.
Harapan ini hampir mirip sebuah pasrah, tetapi ini bukan pasrah yang kebanyakan
menerima segala sesuatunya. Ini sebuah keyakinan awal tentang aplikasi kehidupan
kita sehari-hari. Ketika seorang sudah memiliki Raja’, niscaya dia sudah memiliki modal untuk menghadapi
rintangan-rintangan yang ada. Sehingga sebesar apapun bahaya dan ancaman yang
datang silih berganti, tidak mampu menghapus gairah hidupnya. Justru menambah
keyakinan bahwa dia berada di pihak yang benar, memacu spiritualnya untuk lebih
meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Raja’ jelas mesti kita jadikan tombak
perjalanan hidup. Mengingat berapa banyak orang kehilangan keimanannya hanya
dengan rintangan sepele. Dinaiki pangkat sedikit, diberi jabatan sedikit,
diberi uang sedikit, diberi wanita cantik sedikit, lalu sampai meninggalkan
keyakinannya terhadap agama, tuhannya, aqidahnya, Naudzubillahi min Dzalik... ini jelas-jelas sepak terjang syaitan
yang tiada habisnya. Syaitan tidak akan pernah jera untuk menggoda manusia,
sampai ia mendapati manusia takluk dalam tipu dayanya, sampai manusia mau
menuruti apa katanya, hingga ia terjerumus ke dalam jurang kesesatan, Naudzubillahi min Dzalik...
Dan itulah
tadi komposisi kedua, dimensi Raja’ yang
setiap hari kita butuhkan sebagai pengharapan besar, supaya kita percaya betul
terhadap apa yang kita yakini. Lantas bagaimana selanjutnya jika seorang tak
mampu mengendalikan Khauf dan Raja’ ini? Inilah pembahasan selanjutnya
menyangkut kedua dimensi ini. Dalam sebuah Qoul
bijak dijelaskan,”Rasa aman dan putus asa
dapat mengeluarkan siapapun dari millah islam. Jalan yang benar adalah di
antara keduanya, jalan ahli kiblat.” Raja’ yang benar akan mendorong hamba
untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT, melaksanakan segala perintahnya dan
menjauhi segala larangannya. Bagaimanakah Raja’
yang benar menurut Al-Quran dan Al-Hadits? Mari kita kutip terlebih dahulu ayat
Al-Quran yang berbunyi,”Maka apakah
mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa
aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 99).
Dari sini
kita dapat mengetahui, hanya orang yang merugi yang tidak merasa aman dari azab
Allah SWT. Dengan Raja’ maka kita
dapat terhindar dari orang-orang yang merugi tersebut, inilah Raja’ yang benar, yakni menghindari
segala sesuatu yang merugikan. Selalu berharap dan berprasangka kebaikan.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Jangan
sampai salah seorang dari kalian meninggal dunia kecuali berbaik sangka kepada
Rabb-nya.” (HR. Ahmad dan Muslim). Umur kita tidak ada yang tahu sampai
kapan. Bisa saja kita akan dipanggil (menghadapi kematian) sekarang, se-menit
kemudian, se-jam kemudian, besok, besok lusa atau beberapa hari yang akan
datang. Jangan sampai kita menghadap Rabb
kita dengan membawa kerugian. Aplikasikan Raja’
sebagaimana kadarnya, jangan terlalu berlebih-lebihan mempunyai harapan,
sehingga salah sangka. Menyangka bahwa Allah akan mengampuni segala kemaksiatan
yang ia lakukan lantaran Allah Maha Pengampun, lalu ia akan mendapatkan rahmat
dari Allah sebab Allah Maha Rahmat. Ini jelas salah dan fatal!. Mudah-mudahan
kita dijauhkan dari pemikiran seperti itu. Dan kita digolongkan orang yang
beruntung, amien ya robbal alamien...
Berlanjut
ke Khauf. Khauf yang seringkali
berlebih-lebihan, akan membuat sikap putus asa. Jangan sampai keputus-asaan
menghalangi langkah kita ke depan. Ketika Raja’
dan Khauf ini kita hubungkan, akan
sangat berguna sekali. Karena Raja’ (harapan)
yang mengandung keputus-asaan bukanlah jalan ahli kiblat, sebagaimana Qoul bijak yang penulis sisipkan dalam tulisan
ini. Raja’ yang disertai Khauf yang berlebihan alias
keputus-asaan akan mengeluarkan siapapun dari sudut pandang seorang muslim. Ia
akan berpikir tuhan tidak adil, seringkali memberikan cobaan dan rintangan yang
berat kepadanya. Bahkan ia akan berpikir, karena sudah tidak ada lagi jalan, ia
sudah terlanjur berbuat dosa yang banyak, dan meyakini dosanya tidak akan
diampuni oleh Allah SWT, ia lantas berbuat semaunya (sekehendaknya), tanpa
berpikir panjang. Padahal Allah berfirman,”Dan
janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus-asa
dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” ( QS. Yusuf: 87).
Berusahalah
selagi bisa dan harapan masih ada. Jangan berputus-asa (terlalu takut) di
tengah jalan. Seimbangkan Khauf, Raja’ dan antara keduanya. Kapan kita
harus mengutamakan Khauf, kapan kita
harus mengutamakan Raja’, lalu kapan
menyeimbangkan Khauf agar tidak
berlebih-lebihan (sewajarnya saja), dan kapan menyeimbangkan Raja’ supaya tidak berlebih-lebihan
pula. Inilah komposisi ketiga, dari tahapan solusi agar kita mempunyai
spiritualitas seorang muslim haqiqi.
Buah Sinergi Khauf dan Raja’
Raja’ dan Khauf yang lurus akan bersinergi dan menghasilkan buah yang baik.
Diantara buah sinergi keduanya adalah:
-
Seorang yang memiliki
keseimbangan Khauf dan Raja’, tak akan pernah meninggalkan doa
kepada Allah. Dia tahu hanya Allah yang dapat mengabulkan segala doanya. Dengan
senantiasa berdoa, ia akan terhindar dari murka Allah. Sebab Rasulullah
bersabda,”Barangsiapa yang tidak meminta
kepada Allah, niscaya Allah akan murka padanya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi,
dan Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad).
-
Khauf dan Raja’ akan
membuat seseorang dekat dengan Allah. Ketika dia mengharap sesuatu dan menunggu
jawaban dari Allah, niscaya dia akan selalu teringat Allah. Begitu pula saat ia
mengkhawatirkan sesuatu, ia pasti akan ingat Allah dan memohon kepadanya supaya
dijauhkan dari sesuatu yang mengkhawatirkan tersebut.
-
Seseorang yang digerakkan
oleh cinta Allah, Khauf akan selalu
mengingatkannya, dan Raja’ akan
menjadi pendorongnya.
Semoga
Allah memberikan karunia keseimbangan Khauf
dan Raja’ kepada kita semua. Amien... wa allahu a’lamu bis shawwab...
0 komentar:
Posting Komentar