Keutamaan Shof Apa Sop?
Demikian penulis memberi judul. Istilah shof, sudah
menjadi mafhum, yang sering dibicarakan dan diingatkan, saat akan
menunaikan shalat. Setiap shalat akan dimulai, sang imam pasti akan
mengingatkan ”Luruskan shof, rapatkan… isi shof yang kosong.” Begitulah
kiranya imam mengingatkan.
Islam menyatakan,
keutamaan mengisi shof dalam shalat itu, sangat penting. Mengingat shof adalah
simbol kekuatan umat islam. Dalam wacana umum, shof merupakan simbol antara
satu sama lain. Kita dapat mengambil nilai-nilai persatuan darinya. Oleh karena
itu, perlu sekali yang namanya pembentukan shof itu. Tanpa adanya pembentukan
shof, otomatis umat islam akan lemah, Tak menutup kemungkinan, umat lain juga
akan lemah, dan mengarah kepada kehancuran. Di sinilah kita mengambil
nilai-nilai persatuan itu, bagaimana umat islam bersatu dalam suatu kesatuan.
Kedua, keutamaan shof adalah kebersamaan. Shof kembali
menjadi simbol yang substansi bagi kekuatan dan pertahanan umat islam. Dalam
peperangan, umat islam menuai kemenangan gemilang, di karenakan terbentuknya
shof-shof yang kuat. Shof-shof yang kuat, berlatar belakang dari kesinambungan
antar shof, antar individu yang teratur. Indikasinya adalah “The Real of Rows”,
yang di dalamnya pasukan elit islam yang nyata. Begitu pun, umat yang lain.
Shof dalam pengertian bahasa Indonesia adalah barisan.
Dalam kaca umum, shof (barisan) bukan hanya dipakai dan kita sering dengar saat
shalat saja, tetapi juga ketika latihan kepramukaan, pada upacara bendera, dan
lain sebagainya. Hanya yang berbeda, penggunaan bahasanya. Dalam kamus awwam,
shof bukanlah bahasa yang diminati. Sebaliknya barisan adalah istilah yang
tidak baku dalam kajian keislaman. Jadi sama saja.
Contoh aktualnya, adalah pengaktualisasian shof-shof
dalam shalat. Sungguhnya, hal ini bisa dibilang amat kecil. Buat apa di adakan
pengaturan shof segala? Mengapa sang imam harus mengingatkan makmum untuk
memperbaiki shof, sehingga terkesan melalaikan shalat? Mengapa harus
repot-repot mengatur ini dan itu? Padahal Allah swt berfirman: “Dan celakalah orang-orang yang shalat. Yaitu
orang yang lalai dalam shalatnya,(Qs. Al-maun ayat 4-5)”. Karena itulah pengecualian, berlama-lama
mengatur shof bukan berarti melalaikan shalat, dan menyibukan diri sebelum
melakukan shalat. Tetapi, menghindari kekosongan shof dan posisi shof yang
bengkok, agar kekhusukan shalat tetap terjaga, tanpa ada gangguan.
Nah, di sinilah penjelasannya lebih lanjut. Sang imam
memang menunda waktu shalat sampai shof rapat dan terisi seluruhnya, sehingga
terkesan melalaikan shalat. Dan ini, membuat makmum jengkel. Padahal ini hanya
sebentar dan tidak memakan waktu lama. Bahkan ada yang sampai bergurau dan
bercanda untuk mengisi waktu yang sangat singkat tersebut, naudzubillahi min dzalik. Jangan sampai berasumsi se-pendek itu,
apalagi yang sampai bercanda dan bergurau. Itu semua pemahaman yang
salah dan fatal.
Dalam islam, tepatnya tata cara shalat. Pengaturan shof
sebelum pelaksanaan shalat, di anjurkan. Dalam hadits di katakan, Nu’man ibn
Basyir RA, berkata: “Saya mendengar
rasulullah saw berkata di ketika hampir bertakbir: Demi Allah, hendaklah kamu
meluruskan shofmu, atau biarlah Allah membeda-bedakan mukamu”. Dalam hadits
di atas, dapat di ambil suatu kesimpulan, bahwa Allah tak senang, bila di
antara hambanya yang akan melakukan shalat, tidak memperbaiki shof terlebih
dahulu.
Shof bukanlah sop, dan sop bukanlah shof. Secara lisan
hampir sama. Tetapi inilah perbedaan, dapat mencolok, dapat pula semu. Shof
cenderung kepada kerapian dan keteraturan, sedang sop adalah nama sayur, yang
bentuknya urak-urakan (tidak tertata). Maka, akan seperti sop, apabila shof
tidak sinkron. Maka akan menjadi sop, bila dalam shof tidak terdapat
sinkronisasi. Fenomena inilah yang terjadi pada santri sekarang. Bagaimana
santri ibarat sop. Ada-ada saja, yang namanya santri sekarang. Ada seorang
kakak kelas memerintahkan, untuk mengisi shof yang kosong. Ternyata, apa yang
di lakukannya si santri, kemudian? Si santri malah bingung mengisi shof
(sindiran). Ibaratnya si santri ini, diberi gelas untuk diisi air susu, tidak
mau.
Shof adalah wadah untuk menampung pahala, dan hakikatnya
kita wajib mengisinya, karena nantinya shof akan diisi oleh syetan. Kita
ibaratkan dengan susu dan gelas, anda mau kalau seandainya gelas yang akan anda
isi dengan air susu, malah terisi oleh bau angin yang keluar dari bokong (kentut)
atau kotoran yang keluar dari bokong (tinja)? Saya yakin anda tak akan pernah
mau, maka jangan sia-siakan shof yang kosong itu, isi dan kemudian rapatkan
dengan tumit teman anda di samping. Dasar, santri yang menyia-nyiakan. Penulis
terkadang heran, mengapa santri sekarang bermental, terbelakang (bawahan)?
Padahal jiwa santri ialah mengedepankan kepemimpinan kebanding menjadi bawahan.
Bayangkan santri sekarang kebanyakan, lebih suka duduk di shof belakang. Sungguh di luar kelatarbelakangan,
pada hakikatnya.
Oleh karenanya, jadi santri, jadilah santrione
(santriwan). Yang selalu terdepan, yang selalu nomor satu, bukan yang
terbelakang. Apalagi santri sekarang, yang jelas-jelas setiap harinya di gembleng dengan berjama’ah. Santri
sekarang bukan sayur, tapi kesatuan yang teratur. Maka, jagalah image dahulu.
Bagaimana hakikinya santri, yang segala teratur, bukan seperti sayur. Jadi,
kalau ada pertanyaan, lebih utama shof apa sop? Anda tak perlu berpikir
panjang, pastilah shof yang diutamakan. Karena shof condong pada keteraturan,
adapun sop condong urak-urakan.
0 komentar:
Posting Komentar