Islam Sebagai Agama
Membicarakan islam sudah menjadi kebanggaan tersendiri. Tapi ini bukan lantas karena pandangan bahwa islam sebagai agama yang mesti disanjung-sanjungkan oleh kita dan digembor-gemborkan atas dasar kesombongan baik sadar maupun tidak sadar. Ada banyak kajian yang memanahkan sasarannya pada islam. Islam sangat menarik untuk diperbincangkan sebagai satu kajian ilmiah. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, islam sebagai agama sosial, islam sebagai agama pemersatu, islam sebagai agama monoteisme, dan lain sebagainya. Banyak sekali komentar-komentar terkait islam sebagai agama. Kajian tentang islam sebagai agama, bisa saja menjadi refleksi tersendiri, mengingat keterkaitan antara kita dengan islam sebagai agama kita yang akan kita bawa, kita bela, dan pasti kita pertahankan. Apa yang akan anda lakukan jika islam diinjak-injak, dicemooh, dihina, dan diberlakukan layaknya sebuah mainan? Tentu anda akan merasa perih, dan pasti anda akan melakukan pembelaan sampai titik darah pembahasan.
Islam adalah agama dimana kesejahteraan akan diperjuangkan, kebebasan akan diluangkan, dan keadilan akan ditegakkan. Jadi tidak ada pengesampingan terhadap hal apapun, sekecil apapun, sebab islam memperhatikan secara luas dan tidak terbatas pada konseptual dan teori. Islam berlandaskan kesepakatan atau pemufakatan bersama, setelah sebelumnya terdapat permusyawarahan, dan biasa dinamakan syariat dalam islam. Namun tidak hanya sampai disitu, islam juga turut mengaplikasikan apa-apa yang telah dihasilkan dari keputusan dalam majlis musyawarah. Sehingga berproses secara langsung dan tidak asal. Jadi dalam islam tidak ada ceritanya, sesuatu yang tidak bermanfaat, tidak ada ceritanya tidak maksimal, dan tidak ada ceritanya bermalas-malasan. Akan ada banyak simbiosis mutualisme, dimana keseimbangan yang terwujud dalam fenomena kehidupan, yakni kehidupan seorang muslim yang mencerminkan kebudayaan dengan tingkat peradaban yang dinamis. Zaman boleh saja berubah, tetapi bukanlah alasan untuk meninggalkan kewajiban seorang muslim, beribadah kepada Allah SWT, mengutamakan orang lain daripada diri sendiri, mengamalkan sisi baik di tengah perubahan zaman ini.
Dalam buku pelajaran agama islam karya Buya Hamka diungkapkan tentang adanya poin-poin penting dan mendasar dalam pembelajaran agama islam. Dan ini saya sertakan dalam mengkaji islam sebagai agama. Diawali dengan manusia dan agama. Manusia sebagai yang menjalankan syariat dan islam sebagai agama kita. Keduanya adalah hubungan mendasar, walaupun saat kita lahir, kita tidak dapat menentukan agama kita. Nabi Ibrahim menentukan agamanya, setelah berpikir begitu lama hingga berbuah kesimpulan bahwa hakikat manusia adalah diciptakan. Alam, lautan, udara, matahari, bulan, dan sekelilingnya ia yakini itu semua telah diciptakan oleh suatu zat yang maha besar. Kita pun ikut berpikir saat beranjak dewasa, sebab selain faktor turun-temurun dari orang tua, kita juga memikirkan secara akal, apa-apa fenomena yang berada di sekeliling kita. Sampai akhirnya kita pun mengikuti kebenaran tiada batas, yaitu Allah SWT sebagai tuhan kita dan islam sebagai agama kita yang rahmatan lil alamin. Dan itulah semua kesimpulan akhir perihal penciptaan segala sesuatu yang berada disekelilingnya, baik kita, orang tua kita, bahkan Nabi Ibrahim sekalipun.
Nabi Ibrahim secara filosofis menyatakan dalam dirinya dan umatnya bahwa keberadaan tuhan yang selama zamannya itu, telah diselewengkan dengan penyembahan berhala yang kala itu dijadikan tuhan yang dianggap mampu memberikan kebaikan kepada mereka (para juhal). Padahal berhala tidak mampu melakukan apa-apa. Dia hanya diam saja, dan tidak memberikan apapun yang berarti. Berhala adalah patung buatan manusia, tidak ada keistimewaan yang ada dalamnya. Tetapi dengan kebodohannya, mereka menjadikannya sebagai sesembahan. Inilah kemudian kesalahan fatal yang dilakukan oleh manusia.
Zaman sekarang pun masih banyak berkembang pemikiran-pemikiran juhal, seperti liberalisme, kapitalisme, sekularisme. Semuanya seakan mengkategorikan diri sebagai suatu pemahaman baru yang berpikiran maju dan sesuai dengan zaman. Padahal mereka telah melakukan bentuk kegagalan dimana kesuksesan sebenarnya tidak akan tercapai. Camkanlah! Tidak akan berhasil dan beruntung, selama bermaksud demikian (menjerumuskan orang-orang tak bersalah) dalam paham kegagalan. Kerugian yang akan menyertai mereka, walaupun mereka bersenang-senang di permulaan.
Islam sudah jelas agama yang benar, malah ditambah-tambahi dengan kata-kata tak sesuai. Islam liberal, islam sekuler, islam kapitalis, semua kata-kata yang mengekor tersebut tidak sesuai jika disandingkan dengan islam. Apa yang terjadi bila kata-kata ini disandingkan? Kita umpamakan kata “orang”. “Orang” adalah sapaan lain selain manusia, lalu kita tambahkan kata “Utan”. Maka bukan manusia lagi artinya, melainkan monyet. Apakah anda mau dikatakan monyet? Tentu saja tidak. Kecuali jika anda adalah seorang darwinis yang taat.
Sama halnya dengan islam liberal, islam kapitalis, atau islam sekuler, apakah anda sebagai orang islam mau dikatakan sebagai salah satu atau semua paham gagal tersebut. Tentu saja tidak! Sebab selain tidak sesuai, tambahan kata tersebut berarti merusak tatanan bahasa, sehingga maknanya berubah menjadi tidak pantas. Mudah-mudahan kita tidak termasuk kedalam golongan orang yang gagal tersebut. Naudzubillahi min dzalik...
Islam merupakan agama rahmatan lil alamin, seperti yang telah dijelaskan tadi. Jadi selaku muslim marilah bersama membela agama kita dengan sepenuh hati. Jangan biarkan sisi negatif menjerumuskan kita. Jangan biarkan kebenaran termakan oleh kebathilan. Wa allahu alamu bis shawwab...
0 komentar:
Posting Komentar