Pesan Pemuda Bangsa, Demi Negerinya
Pernahkah anda mengalami permasalahan rumit, seakan tak bisa
terselesaikan? Jawabanya pasti seringkali. Pertanyaan ini amat pantas untuk
penghuni negeri rumit ini, Indonesia. Saya selalu rumit jika membicarakan
negeri ini terutama membicarakan masalah negeri ini, bahkan sebelum
membicarakan permasalahan negeri ini. Tentu karena saya merasa negeri ini
terlalu parah untuk menjadi sebuah negeri. Lebih baik negeri ini tak menjadi
negeri sekalian, jika banyak dari kaum pribuminya yang terlantarkan. Lebih baik
negeri ini dijajah kembali oleh kolonialis, daripada harus terjajah globalis
mengerikan. Di masa penjajahan, negeri ini memang menderita parah, tapi lebih
parah lagi jika negeri ini terjajah hedonisme, liberalisme, sekulerisme,
intinya terhadap akhiran -isme yang membahayakan itu.
Ya, sebenarnya ini hanya sebuah umpamaan saja, perbandingan antara
hal yang terburuk terhadap hal yang sangat buruk. Membayangkannya saja, sudah
se-rumit mengukir di atas air, dan mencoba untuk menyelesaikan persoalannya serupa
mengukir di atas batu. Bayangkan keduanya, mengukir di atas dua hal yang
sama-sama menyulitkan. Mengukir di atas air itu sudah barang tentu, tidak akan
ada orang yang bisa mengukirnya (kecuali jika air itu dibekukan), jadi
membayangkan permasalahan negeri itu sama saja mengukir sesuatu yang tidak
mungkin dapat diukir. Dan mencoba untuk menyelesaikan permasalahan negeri ini,
sama dengan mengukir sebongkah batu yang hanya harus membutuhkan ketelatenan, keyakinan,
kerja keras dan kepercayaan akan terselesaikan. Maka, demikian penulis
menggambarkannya sebagai suatu pengantaraan. Pertanyaannya, adakah diantara kita
yang berusaha untuk menyelesaikan permasalahan di negeri ini?.
Sudah pasti banyak yang mengacung tangan, jika ditanya pertanyaan
diatas. Semua merasa sudah mengusahakan untuk memajukan negeri ini. Namun
demikian mengapa usaha kita yang amat banyak ini tidak berhasil, hanya berbuah
tangan hampa, dan selalu berpihak di jalan yang terjal? Alam seakan murka pada
kita para penghuni negeri ini. Negeri yang penuh dengan sumber daya alam,
tragis tanpa bawaan apapun, seperti kosong melompong. Potensi alam yang
melimpah ruah, hilang satu persatu dipergunakan untuk sesuatu yang konyol. Saya
ingat betul, saat hutan diberlakukan seperti seorang santri yang melanggar
aturan pondoknya. Hutan digundul, lahan hijau digundul, dan banyak pepohonan
yang ditebang begitu saja! Hanya karena mengutamakan pembangunan yang sedikit
menguntungkan sendiri. Mereka para hutan, para lahan, para pohon tidak memiliki
salah apapun, lantas digundul seenaknya, padahal milik siapa sebenarnya hutan,
lahan, dan pohon itu. Itu berarti orang-orang kita memang tidak lebih dari
seorang pribumi yang manut saja pada orang asing. Dari dulu sampai sampai
sekarang selalu manut pada orang asing. Buktinya orang-orang kita rela
melakukan apa saja demi sebuah keuntungan yang sedikit.
Tidak akan mungkin tersadar, kalau hanya tulisan kecil seperti ini. Saya
mungkin hanya berkata tidak apa-apa saja kalau mereka tidak tersadar, saya
hanya butuh menulis saja, saya hanya butuh membuat satu cerita naas untuk
bangsa ini, saya hanya butuh membuyarkan penglihatan mereka semua tentang
mereka. Masih banyak orang baik di negeri ini, yang punya perhatian besar,
hanya saja mungkin tak ada yang bisa diperbuat selain bergerilya. Orang-orang
yang baik, yang perhatian besar, yang mau berusaha keras memajukan negeri ini,
yang ingin bangsanya tidak tertindas sampai saat ini, yang ingin membawa negeri
ke arah stabilitas positif. Kesimpulannya, bangsa kita ini hanya selalu ingin
keuntungan yang instan tanpa perlu kerja keras yang banyak, sehingga segala
cara secepat apapun diusahakan begitu saja, padahal itu tak lebih dari sebuah
usaha, melainkan meringan-ringankan beban.
Sudah ketahuan dari awal, mental kita adalah seorang tertindas saja.
Pemanfaatan orang asing yang banyak terhadap kita, mereka lancarkan dengan
gencarnya, karena mereka tahu kalau kita itu bangsa yang terlalu bodoh untuk dikibuli,
ditipu, dibohongi, dan dipeloroti sampai habis. Jadi, apa yang mesti kita
perbuat sekarang di situasi terdesak ini? Pertama, kita mesti menyadari
dulu sikap sosial kewarga-negaraan kita. Kita ini bangsa berdaulat di negeri
ini, kita punya kewajiban membela dan mempertahankan negeri ini. Kalau saja
kita dari atas sampai yang bawah mau bersatu, saling membantu, saling
tolong-menolong, saling tenggang rasa, yang tidak sekedar sebagai formalitas
dalam pelajaran, yang tidak sekedar berbicara berkoar-koar, yang tidak sekedar
mengatakan kebenaran saja tetapi dalam prakteknya nonsense, tidak
sekedar membantu dengan modus embel-embel yang banyak, tidak sekedar
tolong-menolong hanya karena ada kepentingan pribadi saja. Tentu semua bisa
menjamin negeri ini akan dapat terkontrol kinerjanya, membela dan
mempertahankan Negara dari segala bentuk penjajahan. Inilah kesadaran yang saya
maksudkan, bukan sekedar kesadaran formalitas belaka.
Kedua, hal yang mesti dilakukan kita
bersama adalah saling mengingatkan. Seorang penegak hukum akan melenceng tanpa
seorang pengingat, seorang politikus akan melakukan hal terlarang maka mereka
perlu diingatkan, dengan cara memberikan peringatan, kita selaraskan bersama
kinerja antara pemimpin dengan kaum terpimpin, antara pemerintahan dengan
bawahan, dan antara pejabat dengan rakyat. Kalau saja kedua komponen ini saling
akur, saling tolong-menolong, saling serasi, saya rasa ada kesempatan bagi
negeri kita ini, untuk merubah pemandangan serta suasana morat-marit ini. Dan
tidak hanya itu, demokrasi akan sesuai dengan tempatnya, kenyataannya, dan faktanya,
karena demokrasi adalah yang diperuntukkan untuk bersama dari bersama melalui
bersama, demi tujuan bersama.
Ketiga, semestinya ada yang namanya
kejujuran dalam negeri ini. Karena biar bagaimanapun negeri ini sangat susah
sekali mendapati orang jujur. Walaupun ada peringatan, ada badan yudikatif, ada
alarm pemerintahan, tetap susah sekali mencari orang jujur. Korupsi sudah
demikian meraja rela, kecurangan dalam kerja demi sebuah keuntungan semata,
telah banyak memakan kejujuran dalam negeri ini. Saya tidak mau banyak
menyebutkan kejelekan negeri ini, karena biar bagaimanapun negeri ini adalah
negeri saya sendiri. Pesan saya, pertahankan kejujuran yang selama ini kita
perjuangkan, dan bagi kita yang masih belum sama sekali atau pernah bersikap
jujur tetapi berubah, saya harap kita semua mau menjunjung tinggi terus dan
kembali kejujuran. Sebab, sesungguhnya kejujuran itu menunjukkan kepada
kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada surga. Jika kita ingin masuk
surga, maka jujurlah…
0 komentar:
Posting Komentar