Senin, 30 September 2013

0 Pesan Pemuda Bangsa, Demi Negerinya


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!
Pesan Pemuda Bangsa, Demi Negerinya


Pernahkah anda mengalami permasalahan rumit, seakan tak bisa terselesaikan? Jawabanya pasti seringkali. Pertanyaan ini amat pantas untuk penghuni negeri rumit ini, Indonesia. Saya selalu rumit jika membicarakan negeri ini terutama membicarakan masalah negeri ini, bahkan sebelum membicarakan permasalahan negeri ini. Tentu karena saya merasa negeri ini terlalu parah untuk menjadi sebuah negeri. Lebih baik negeri ini tak menjadi negeri sekalian, jika banyak dari kaum pribuminya yang terlantarkan. Lebih baik negeri ini dijajah kembali oleh kolonialis, daripada harus terjajah globalis mengerikan. Di masa penjajahan, negeri ini memang menderita parah, tapi lebih parah lagi jika negeri ini terjajah hedonisme, liberalisme, sekulerisme, intinya terhadap akhiran -isme yang membahayakan itu.
Ya, sebenarnya ini hanya sebuah umpamaan saja, perbandingan antara hal yang terburuk terhadap hal yang sangat buruk. Membayangkannya saja, sudah se-rumit mengukir di atas air, dan mencoba untuk menyelesaikan persoalannya serupa mengukir di atas batu. Bayangkan keduanya, mengukir di atas dua hal yang sama-sama menyulitkan. Mengukir di atas air itu sudah barang tentu, tidak akan ada orang yang bisa mengukirnya (kecuali jika air itu dibekukan), jadi membayangkan permasalahan negeri itu sama saja mengukir sesuatu yang tidak mungkin dapat diukir. Dan mencoba untuk menyelesaikan permasalahan negeri ini, sama dengan mengukir sebongkah batu yang hanya harus membutuhkan ketelatenan, keyakinan, kerja keras dan kepercayaan akan terselesaikan. Maka, demikian penulis menggambarkannya sebagai suatu pengantaraan. Pertanyaannya, adakah diantara kita yang berusaha untuk menyelesaikan permasalahan di negeri ini?.

Sudah pasti banyak yang mengacung tangan, jika ditanya pertanyaan diatas. Semua merasa sudah mengusahakan untuk memajukan negeri ini. Namun demikian mengapa usaha kita yang amat banyak ini tidak berhasil, hanya berbuah tangan hampa, dan selalu berpihak di jalan yang terjal? Alam seakan murka pada kita para penghuni negeri ini. Negeri yang penuh dengan sumber daya alam, tragis tanpa bawaan apapun, seperti kosong melompong. Potensi alam yang melimpah ruah, hilang satu persatu dipergunakan untuk sesuatu yang konyol. Saya ingat betul, saat hutan diberlakukan seperti seorang santri yang melanggar aturan pondoknya. Hutan digundul, lahan hijau digundul, dan banyak pepohonan yang ditebang begitu saja! Hanya karena mengutamakan pembangunan yang sedikit menguntungkan sendiri. Mereka para hutan, para lahan, para pohon tidak memiliki salah apapun, lantas digundul seenaknya, padahal milik siapa sebenarnya hutan, lahan, dan pohon itu. Itu berarti orang-orang kita memang tidak lebih dari seorang pribumi yang manut saja pada orang asing. Dari dulu sampai sampai sekarang selalu manut pada orang asing. Buktinya orang-orang kita rela melakukan apa saja demi sebuah keuntungan yang sedikit.
Tidak akan mungkin tersadar, kalau hanya tulisan kecil seperti ini. Saya mungkin hanya berkata tidak apa-apa saja kalau mereka tidak tersadar, saya hanya butuh menulis saja, saya hanya butuh membuat satu cerita naas untuk bangsa ini, saya hanya butuh membuyarkan penglihatan mereka semua tentang mereka. Masih banyak orang baik di negeri ini, yang punya perhatian besar, hanya saja mungkin tak ada yang bisa diperbuat selain bergerilya. Orang-orang yang baik, yang perhatian besar, yang mau berusaha keras memajukan negeri ini, yang ingin bangsanya tidak tertindas sampai saat ini, yang ingin membawa negeri ke arah stabilitas positif. Kesimpulannya, bangsa kita ini hanya selalu ingin keuntungan yang instan tanpa perlu kerja keras yang banyak, sehingga segala cara secepat apapun diusahakan begitu saja, padahal itu tak lebih dari sebuah usaha, melainkan meringan-ringankan beban.
Sudah ketahuan dari awal, mental kita adalah seorang tertindas saja. Pemanfaatan orang asing yang banyak terhadap kita, mereka lancarkan dengan gencarnya, karena mereka tahu kalau kita itu bangsa yang terlalu bodoh untuk dikibuli, ditipu, dibohongi, dan dipeloroti sampai habis. Jadi, apa yang mesti kita perbuat sekarang di situasi terdesak ini? Pertama, kita mesti menyadari dulu sikap sosial kewarga-negaraan kita. Kita ini bangsa berdaulat di negeri ini, kita punya kewajiban membela dan mempertahankan negeri ini. Kalau saja kita dari atas sampai yang bawah mau bersatu, saling membantu, saling tolong-menolong, saling tenggang rasa, yang tidak sekedar sebagai formalitas dalam pelajaran, yang tidak sekedar berbicara berkoar-koar, yang tidak sekedar mengatakan kebenaran saja tetapi dalam prakteknya nonsense, tidak sekedar membantu dengan modus embel-embel yang banyak, tidak sekedar tolong-menolong hanya karena ada kepentingan pribadi saja. Tentu semua bisa menjamin negeri ini akan dapat terkontrol kinerjanya, membela dan mempertahankan Negara dari segala bentuk penjajahan. Inilah kesadaran yang saya maksudkan, bukan sekedar kesadaran formalitas belaka.
Kedua, hal yang mesti dilakukan kita bersama adalah saling mengingatkan. Seorang penegak hukum akan melenceng tanpa seorang pengingat, seorang politikus akan melakukan hal terlarang maka mereka perlu diingatkan, dengan cara memberikan peringatan, kita selaraskan bersama kinerja antara pemimpin dengan kaum terpimpin, antara pemerintahan dengan bawahan, dan antara pejabat dengan rakyat. Kalau saja kedua komponen ini saling akur, saling tolong-menolong, saling serasi, saya rasa ada kesempatan bagi negeri kita ini, untuk merubah pemandangan serta suasana morat-marit ini. Dan tidak hanya itu, demokrasi akan sesuai dengan tempatnya, kenyataannya, dan faktanya, karena demokrasi adalah yang diperuntukkan untuk bersama dari bersama melalui bersama, demi tujuan bersama.
Ketiga, semestinya ada yang namanya kejujuran dalam negeri ini. Karena biar bagaimanapun negeri ini sangat susah sekali mendapati orang jujur. Walaupun ada peringatan, ada badan yudikatif, ada alarm pemerintahan, tetap susah sekali mencari orang jujur. Korupsi sudah demikian meraja rela, kecurangan dalam kerja demi sebuah keuntungan semata, telah banyak memakan kejujuran dalam negeri ini. Saya tidak mau banyak menyebutkan kejelekan negeri ini, karena biar bagaimanapun negeri ini adalah negeri saya sendiri. Pesan saya, pertahankan kejujuran yang selama ini kita perjuangkan, dan bagi kita yang masih belum sama sekali atau pernah bersikap jujur tetapi berubah, saya harap kita semua mau menjunjung tinggi terus dan kembali kejujuran. Sebab, sesungguhnya kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada surga. Jika kita ingin masuk surga, maka jujurlah…  

                       

0 komentar:

Posting Komentar