Inilah
Rasa Khawatir yang Normal untuk Pemerintah Abnormal
Banyak
pengamat mengatakan kalau tahun 2025, Indonesia akan menjadi satu dari tujuh
Negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Mendengar dan melihat pendapat
ini, saya justru merasa khawatir, bukan malah merasa senang atau bahagia.
Adanya kesenangan dan kebahagian saya juga, jika ada! toh tidak akan
membuat negeri ini berubah. Adanya kesenangan dan kebahagian saya, jika
adapun! Tidak akan dapat sebanding untuk
menghibur orang se-negeri, ketika tengah berkecamuk dilema dan problema
berkepanjangan. Masyarakat kita, tak lebih baik membutuhkan itu (sebuah
konspirasi penjaTuhan). Sebenarnya kita hanya cukup membutuhkan sebuah
perubahan jati diri negeri sedikit saja, tanpa harus berkecamuk dengan mode
hedonisme kebaratan, made in China, mode eksplorasi yang benarnya adalah
mode eksploitasi besar-besaran, dan seringkali menghiasi sepak terjang negeri
ini. Karena semua itu merupakan badmode yang bisa membuat badmood
negeri ini. Itu selera yang tidak baik, tidak berpendirian, apalagi bagi
kita yang punya tujuan hidup jelas dan tak terbatas. Terkhusus negeri ini, yang
punya basis religi dunia dan akhirat, yaitu islam rahmatan lil alamin.
Anggap saja
seperti ini misalnya, jika seorang berpikir bahwa dunia ini akan selamanya ada
dan kita hidup abadi di dalamnya, maka ia telah salah membuat persepsi karena Tuhan
telah mempersiapkan alam kubur dan alam akhirat setelahnya. Namun jika ada
seseorang berpikir, dunia ini hanya sementara dan ada alam lain dimana kita
akan abadi di dalamnya, maka ia sepenuhnya telah berpikir dengan benar dan
terarah, karena memang dari awal Tuhan telah mempersiapkan alam kubur dan alam
akhirat setelahnya. Kedua konteks pernyataan tersebut, telah menyandarkan satu
hal bahwa absolut tak terbantahkan. Kita pikir saja baik-baik lewat akal
pikiran, jika Tuhan menciptakan dunia ini untuk selamanya dan kita akan hidup
selamanya dengan abadi di bumi dunia ini, lalu buat apa ada halal dan haram,
buat apa ada benar dan salah, buat apa ada hak dan bathil, buat apa ada baik
dan buruk, buat apa ada perintah dan larangan, buat apa ada hidup dan mati,
serta buat apa ada surga dan neraka? Semua itu tentu memiliki arti pemisahan,
pengantaraan, pembeda, dan penentuan salah satunya. Kita diharuskan untuk mengambil
salah satunya. Ketika sebuah pilihan muncul, maka ada satu nilai yang mesti
dilakukan, yaitu memilih hal yang absolut tak terbantahkan, begitu halnya
memilih salah satu dari baik dan buruk misalnya, kita mesti memilih hal yang
absolut, dan kebenaran itulah yang absolut.
Jadi, tak
lebih baikkah kita memilih untuk memiliki jati diri sendiri? Dengan
mengutamakan keadaan diri yang begitu bobrok, kurangnya kesejahteraan, dan
tidak adanya budaya moral untuk membangun. Negeri ini tengah mendapati dan melewati
banyak dekadensi segala bidang. Dari perekonomian, negeri ini tiada habisnya
mengambil jalan kilat, yang sebenarnya membuat sesat. Bayangkan! Negeri
penghasil banyak produk mentah ini, yang seharusnya punya perekonomian terbaik
di dunia, justru menjadi negeri dengan perekonomian terpuruk di dunia.
Barang-barang produksi jadi dari USA, China, Jepang, dan lainnya, selalu menghiasi.
Impor-impor dari Negara lain, yang tak ada hentinya, seperti menjelaskan negeri
ini tak memiliki satupun penghasilan selain memungut ke Negara lain. Melupakan
petani, pengusaha, buruh, karyawan, pegawai negeri sendiri. Nilai mata uang
Rupiah yang anjlok, utang Negara yang belum terselesaikan hingga turun-temurun,
turut memperpuruk negeri ini.
Dalam
pemerintahan, negeri ini tak kalah semrawut. Indeks persentase korupsi negeri
kita berada pada angka 3, yang berarti tingkat korupsi masih banyak dan mungkin
bisa bertambah lagi. Kasus korupsi memang tiada habisnya diwacanakan, malah
menjadi suatu budaya. Kebenaran di negeri ini relatif, dapat berubah-rubah
sesuai dengan isi amplop. Mengaku kebenaran, tetapi di belakang layar banyak
melakukan adegan menusuk. Muka dan tampang pun dipalsukan, untuk menarik
simpati. Seakan ikut simpati terhadap keadaan negeri ini. Benar kata Agus R. Sarjono
dengan Sajak Palsu-nya, kalau negeri ini tengah berada pada dimensi palsu sejak
lama.
Dalam
pendidikan, kita memang banyak menghasilkan SDM yang berkualitas. Beberapa kali
kontes robot internasional, kita raih. Olimpiade dari tahun ke tahun, hampir tidak
pernah absen baik dalam mengirimkan kontingen dan dalam menyabet gelar medali.
Negeri ini malah pernah menjadi juara dunia dalam olimpiade fisika
internasional, hebat bukan! Kreativitas dan inovasi juga tak kalah bersaing,
beberapa kali anak-anak bangsa kita mengukir penghargaan internasional dalam
berbagai aspek dan kategori, luar biasa bangsa ini bukan! Tapi sayang sekali,
tak banyak pemerintah yang benar-benar peduli dalam meningkatkan mutu
pendidikan negeri ini. Mereka hanya tahu uang saja, jabatan saja, pangkat saja,
dan hanya tahu dengan cara memberi simpati dan dukungan palsu, maka mereka akan
kokoh di tampuk kekuasaan. Dengan demikian mereka akan dapat penghasilan banyak,
rekening mereka dapat gemuk, dan mereka dapat bermewah-mewahan. Lebih dari itu,
di balik itu semua mereka tengah membuat proyek pengokohan, terselubung, dan
pengalih perhatian. Mereka selalu berpikir percaya diri yang salah, tak akan
ada yang tahu, jika simpati bermodus, dukungan berembel-embel, topeng palsu,
sudah mereka kerahkan agar orang lain menganggap diri mereka mempunyai reputasi
yang baik, berperilaku baik, dan punya pemikiran brilian untuk menciptakan
stabilitas kepentingan bersama. Jika ada kinerja tak memuaskan diri mereka
secara materi, gampang saja bagi mereka yang memiliki kekuasaan. Mereka hanya
tinggal membuat langkah tak biasa dari sebelumnya.
Saya tidak
merasa senang sama sekali, jika perekonomian bangsa ini menjadi yang terbesar.
Saya malah khawatir, negeri ini akan dimanfaatkan lebih banyak oleh orang-orang
asing demi menguntungkan kepentingan orang kaya saja, orang yang tak memikirkan
rakyat kecil, dan orang yang tak bertanggung jawab. Saya sudah banyak
menyaksikan, saat orang-orang itu membeli hukum untuk membela diri, saat
orang-orang itu menyingkirkan seorang yang punya banyak kontribusi baik jiwa,
raga, harta terhadap negeri, saat orang-orang itu mengumbar janji palsu, saat
orang-orang itu lari dari kesalahan yang mereka perbuat sendiri, saat
orang-orang itu acuh tak acuh pada kebusukan diri mereka sendiri. Mereka
melakukan hal yang tak biasa, dan mereka abnormal. Bisa juga dibilang idiot.
Sebaiknya kita memulai untuk berkata tidak pada hal yang tidak biasa itu. Lebih
baik kita hidup dengan normal-normal saja, mendapat jerih payah normal, memberi
makan pada keluarga dengan nafkah yang halal, dan tidak berpikir juhal. Waallahu
alamu bi showab…
0 komentar:
Posting Komentar