KPK; Tak Ubahnya
Korban Para Kepentingan
Tahun 2017 ini kembali, lagi dan lagi menjadi tahun
ujian bagi KPK, karena salah satu penyidik mereka Novel
Baswedan menjadi incaran para kepentingan (baca: orang-orang dengan kepentingan
sendiri atau Individu). Novel Baswedan menjadi korban kepentingan segelintir orang
yang tidak menginginkannya melanjutkan perjuangan dalam memberantas KKN di
Indonesia.
Novel baswedan merupakan salah satu penyidik terbaik yang dimiliki
KPK, dan senantiasa getol berperan krusial dalampemberantasan KKN (Korupsi
Kolusi dan Nepotisme). Sampai saat inipun ia masih dipercaya menangani banyak
kasus besar terkait pemberantasan KKN di Indonesia. Salah satu kasus yang
ditangani saat ini adalah soal kasus korupsi e-KTP yang disinyalir banyak
melibatkan para elit politik.
Tidak begitu lama, tersiar berita soal penyerangan terhadap Novel
Baswedan. Ini menjadi berita duka sekaligus miris bagi bangsa Indonesia. Kita
banyak mengetahui sosok Novel adalah sosok yang dikenal lurus dan luhur. Lurus,
karena Novel adalah seorang yang tidak pernah terjerat pidana, luhur karena ia
merupakan seorang penyidik KPK yang notebenenya adalah seorang yang mau
berjuang dan bekerja keras penuh untuk ikut serta memberantas dan menanggulangi
KKN di Indonesia. Amat langka dan tidak banyak orang seperti Novel ini.
Namun, sangat disayangkan, ada saja kepentingan yang merusak itikad
baik bangsa ini guna memberantas dan menanggulangi KKN, sehingga sampai membuat
penyerangan ini terjadi. Pada akhirnya KPK tak ubahnya hanya menjadi Korban
Para Kepentingan. Orang-orang di dalamnya (KPK) terancam dan tidak nyaman. Padahal, adanya KPK
adalah inisiatif dan itikad baik bangsa ini, tapi bangsa ini jugalah yang ingin
menciderai dan menodainya. Atau lebih tepatnya para kepentingan, para oknum
individualis, yang hanya ingin memperkaya diri tanpa memikirkan bangsa
seutuhnya. Miris dan patut disayangkan.
Memang betul-betul menjadi ujian bagi KPK. Menurut Emerson Yuntho
dari divisi hukum ICW bersama Masyarakat Sipil Anti Korupsi, terdapat 10 kasus
yang menimpa penyidik KPK dari tahun 2007 hingga 2017. Dan apa yang terjadi
pada Novel, termasuk kategori parah karena menunjukan unsur kesengajaan dan
betul-betul ingin mencelakai. Paling tidak kita bisa menduga, inimesti berhubungan
dengan kasus-kasus besar yang ditangani Novel.
Serangan yang menimpa Novel ini termasuk salah satu dari 12 jenis
serangan yang dipetakan Masyarakat Koalisi Anti Korupsi bersama ICW, diantaranya
adalah pendekatan personal atau rayuan, untuk promosi dan jabatan, kriminalisasi/mencari
kesalahan masa lalu/sampai pada upaya menjebloskan menjadi tersangka, teror psikis,
ancaman melalui SMS dan media sosial, teror fisik,penjemputan/penangkapan/penahanan/penggeledahan,
ancaman terhadap keluarga (ancaman jenis ini termasuk cemoohan, umpatan,
penculikan, penganiayaan, kriminalisasi sampai ancaman pembunuhan yang ditujukan
kepada keluarga personil KPK), kemudian juga ada ancaman pembunuhan, penarikan
penyidik KPK, ancaman bom, ancaman tindakan indisipliner oleh instansi asal, ancaman
via metafisik seperti santet atau guna-guna. Dan terakhir inilah paling keji,
yakni fitnah/kampanye hitam. Serangan-serangan ini semua tidak fair, tidak
mencerminkan integritas sebuah bangsa dari suatu negara. Ini tidak lebih dari
tindak kejahatan secara tidak langsung, yang membuat korban-korban tersebut
jera sampai terlemahkan dan terenyahkan.
Kita memang tidak dapat menolak dan melawan lupa. Kita
tentu mengingat betul kasus-kasus yang menjerat personil KPK sebelum kasus
penyerangan terhadap Novel Baswedan. Dan sampai saat ini masih menyisakan
penasaran dan ingin tahu kebenarannya seperti apa. Antasari, Abraham Samad,
Bambang Widjayanto adalah nama-nama yang tidak asing pada masanya dan menjadi pentolan-pentolan
KPK, kerap getol berkontribusi besar soal pemberantasan dan penanggulangan KKN
di negeri ini. Namun seiring waktu mereka kini seakan terasingkan. Penyebabnya tiada
lain, oleh karena serangan-serangan tidak fair dan disintegritas tadi. Dan
sampai tahun ini, lagi dan lagi, tubuh KPK menjadi korban suatu kepentingan
semata.
Adanya penyerangan sebagai bentuk pelemahan terhadap personil KPK
ini, semestinya menjadi bahan perhatian besar menyangkut masa depan KPK, bahkan
masa depan bangsa Indonesia. KKN tengah menjamur di tubuh bangsa ini, akan
tetapi para penumpasnya justru dilemahkan. Lantas esok hari siapa akan
memberantas dan menanggulangi KKN di tubuh bangsa ini kalau bukan KPK? Kembali
ke masing-masing? Saya rasa itu tidak cukup, melihat situasi dan kondisi bangsa
Indonesia masa kini.
Semua pihak-pihak berpengaruh baik pemerintahan, pembuat hukum,
penegak hukum, seharusnya ikut mendukung penuh kinerja KPK. Sampai hari ini pun,
KPK seperti tidak mempunyai dukungan real dari pihak-pihak berpengaruh
tersebut.
Contohnya saja, Pertama, tidak perlu jauh-jauh, yakni
terjadinya penyerangan terhadap personil KPK, salah satunya Novel Baswedan,
adalah bukti kerenggangan dan longgarnya pengamanan terhadap personil KPK yang
notabenenya adalah pelaku pemberantasan serta penanggulangan KKN, dan merupakan
ancaman bagi keutuhan bangsa Indonesia. Kedua, revisi UU KPK semakin
melemahkan wewenang dan peran KPK. Ketiga, lemahnya penegakan hukum di
Indonesia, sehingga percuma saja saat KPK menangkap pelaku KKN tapi tidak diiringi
dengan kekuatan hukum sebenar-benarnya. Wa Allahu ‘Alamu Bis Shawwab...
semoga KPK tetap bertahan dan KKN dapat segera diberantas habis ke
akar-akarnya. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar