Organisasi dan Kerupuk
Sebagian orang beranggapan organisasi tanpa fungsi adalah melompong, tak ada isinya. Tri fungsi organisasi sebagai tampang fungsi organisasi, menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan. Dan (benar) memang benar, sebagian anggapan orang tadi. Betapa besar pun suatu organisasi, jika tanpa usaha fungsionalnya, tak akan bergeming. Apalagi tanpa kinerja penuh, organisasi bukan saja tidak bergeming (tidak berkutik), malah akan melempem dan kemudian hancur. Ibarat kerupuk dan keripik, organisasi seperti apa yang di kaca perbandingkan tadi. Keripik dan kerupuk akan renyah dan mudah dinikmati, dengan memulai proses pematangan yang sempurna, dan tak lupa penggunaan bumbu yang pas, atau ketepatan waktu, bumbu dan minyak sekalipun. Kedua atau ketiganya, relevansi mendasar dalam pembuatan kerupuk (fungsi mendasar). Kerupuk dan keripik pun punya fungsi dan peranan terhadap kelancaran suatu acara, apalagi organisasi yang memang punya peranan penting dalam melancarkan ide-ide dan gagasan, serta aspirasi yang dimunculkan dari anggota.
Kalau bicara masalah organisasi elit, sudah banyak yang memboyong nama tersebut, diantara banyak organisasi. Contohlah, di Indonesia. Indonesia punya banyak organisasi masyarakat (ormas), seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Hidayatullah, Persis dan lain sebagainya. Organisasi yang terkemuka ini, tidak langsung begitu saja menjadi terkenal dan disegani oleh masyarakat. Butuh tahapan dan pematangan secara sedikit demi sedikit, yah sama seperti kerupuk dan keripik tadi. Tantangan dalam pembuatannya (mendirikannya) tentulah banyak dan mungkin bertubi-tubi. Kegagalan demi kegagalan, banyak dialami dan menjadi pengalaman yang berbuah hikmah, tercatat sebagai sejarah (histori) pendiriannya. Rasanya tak berbeda jauh dengan kerupuk dan keripik dalam pengolahannya, secara bertahap mereka akan berjuang mati-matian untuk menjadi barang yang jadi. Mereka ada yang keras seperti batu jadinya, ada pula yang sunsang rasa dan bentuknya. Itulah perjuangan mereka, agar mereka bisa dihargai oleh para peminat dan pelanggannya.
Memang tak ada yang patut dibanggakan, untuk ukuran kerupuk dan keripik yang biasa terjajaki di pasar, warung, dan tempat perbelanjaan lainnya. Mereka hanya sebuah pelengkap makanan, mereka juga hanya dipakai untuk kiasan (perumpamaan) orang yang lemah mental dan tak punya kepercayaan diri sedikitpun. Tapi, setidaknya kita harus menghargai, bahwa inilah kerupuk yang selalu menjadi pelengkap hidangan, baik besar maupun kecil, rendah maupun tinggi segala tingkatan masyarakat. Inilah kerupuk yang akan dipesan kapan saja, saat makanan tak terasa lengkap tanpa kerupuk. Orang yang bermental kerupuk, bukan orang yang patut dihina dan dikucilkan. Karena setiap orang pasti punya kelemahan. Orang yang menghina pun pasti punya kelemahan. Perbedaannya, orang yang menghina, mungkin saja orang yang lebih dominan kebanding orang yang bermental kerupuk tadi, dalam hal berpidato atau berorasi misalnya, dan malah mungkin tak ada apa-apanya. Biasanya memang seperti itu, mereka hanya bisa mengkritik kemudian menghina, tetapi tak punya solusi atas apa yang dikritiknya, menghina akan tetapi dirinya tak bisa apa-apa. Yah, lebih baik tak usah ada orang seperti ini, kalau hanya bisa berlagak sok kritikus, sok kepercayaan diri tinggi. Hal ini sudah banyak sekali kita jumpai, dan menjadi kebiasaan buruk. Orang menghina punya kelebihan, tidak buruk sekali. Tetapi orang menghina, tidak punya kelebihan apa-apa, ini yang dipertanyakan. Mau di kemanakan mukanya itu. Jika anda adalah mereka, sepertinya anda (orang tak tahu malu) harus berpikir dua kali, untuk menghina.
Orang yang bermental kerupuk, bukan untuk dihina. Mereka hanya butuh motivasi dan masukan positif lainnya. Karena orang yang bermental kerupuk, tak menutup kemungkinan, punya kelebihan. Hanya saja mereka memendamnya, disebabkan oleh malu yang besar, tak mau mencoba, tak berani untuk maju, bahkan diantara mereka ada yang shock setelah beberapa kali tampil di depan khalayak, namun mereka gagal untuk memenuhi keinginannya. Mereka semua adalah orang yang bermental kerupuk, sebab mereka tak mau mencoba kembali. Sekali lagi mereka hanya butuh dorongan, agar tertanam kembali benih-benih yang sebenarnya mereka sia-siakan.
Solusinya, agar mereka selalu semangat adalah ingatkanlah. Ingatkan bahwa menjadi orang sukses itu tak semudah mengedipkan mata. Butuh perjuangan dan pengorbanan, melalui tantangan yang silih berganti. Orang yang sukses, tak asal begitu saja menaikkan pamornya, mereka terus mencoba dan mencoba kesekian kalinya, sampai kemudian berhasil. Dalam hal ini, bukannya kita menakut-nakuti. Kita harus berpikir, bagaimana seandainya kita ingin menjadi sukses, tetapi tak mau mencoba terlebih dahulu. Lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali, kata orang bijak.
Organisasi adalah kumpulan orang yang di dalamnya terdapat koordinasi, pembagian tugas, dan menejeman dalam mencapai tujuan bersama. Kita masukan orang-orang yang bermental kerupuk tadi, apakah yang terjadi? Besar kemungkinan organisasi ini, berjalan kurang baik. Mereka bisa saja mengacaukan kinerja individu yang lain, kalau di depan jalan ada banyak rintangan, yang berat untuk dilewati. Oleh karena itu, kita harus mencegahnya dari sekarang. Mencegah lebih baik daripada mengobati, kata dokter bijak.
Solusi selanjutnya, kita harus menunjukan kepada mereka, banyak orang sukses selalu mendapat kegagalan di tengah Malpighi kehidupannya, dan itu menjadi bekal mereka untuk menghadapi rintangan berikutnya. Mereka berprinsip “harus berani”. Intinya kita harus berani menantang dunia. Dunia adalah lika-liku sementara, bukan saatnya bersantai dan berdiam diri sekarang. Ada akhirat yang menunggu kita, hari penuh pertanggung jawaban. Inilah kebahagian sesungguhnya, kalau saja kita mampu melewati ujiannya.
Rasa ketakutan adalah wajar dimiliki. Keberanian dan ketakutan adalah sesuatu yang bersilangan. Keduanya wajib dimiliki seseorang, karena sesuatu yang bersilangan akan menimbulkan daya. Namun, kita harus menyeimbanginya, kapan kita harus takut dan kapan kita harus berani. Kalau, toh terlalu berani, tidak bagus juga. Terlalu takut, apalagi. Jadi, semua yang ada dalam organisasi, harus berani demi menjalankan kepentingan bersama, dan takut demi menjaga kepercayaan mitra kerja kepada diri sendiri. Orang yang bermental kerupuk, banyak takutnya, dan itu tidak baik. Orang yang seringkali meremehkan sampai-sampai menjurus kepada menghina, mengumpat, menggerutu, juga tidak baik. Oleh karenanya, solusi selanjutnya adalah menyeimbangi antara berani dan takut.
Organisasi adalah alat bagi orang-orang bersosialisasi, dalam menampung aspirasi, sebagai tangan kanan dan motorisasi. Seperti yang penulis katakan tadi, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi, bila seandainya seluruh bagan dalam organisasi dihinggapi mental kerupuk atau mental yang sok jadi pahlawan, organisasi akan melempem seperti kerupuk. Yah, tak apalah seperti kerupuk, tapi bukan melempemnya yang kita ikuti, melainkan renyahnya yang dapat dinikmati kapan pun dan dibutuhkan oleh orang lain. Kita harus memanfaatkan sebaik-baiknya kelemahan dan kelebihan yang kita punya, agar kita dapat bermanfaat buat orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar