Senin, 03 Juni 2013

0 Khauf dan Raja’: Keseimbangan Spiritualitas Muslim


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!
Khauf dan Raja’: Keseimbangan Spiritualitas Muslim


“Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang  (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.” (QS. Al-Insan [76]: 10)

Dalam ayat di atas dikemukakan bahwa sesungguhnya manusia takut terhadap azab yang diberikan oleh tuhan. Mereka takut seandainya digolongkan sebagai orang yang bermuka masam, lantaran mereka akan selalu dihadapkan pada akhir kenyataan yang pahit. Dijamin dan dipastikan golongan bermuka masam ini akan mendapati kesulitan di akhirnya, termasuk memperoleh azab yang pedih. Hanya penyesalan yang kemudian terlontarkan dari mulut mereka. Benak mereka pun hanya terisi pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Bagaimana caranya saya bisa diampuni oleh Allah, Tuhan Semesta Alam? Apa jalan keluar dari semua ini? Ya Allah bisakah kau kembalikan saya pada masa itu (dimana saya melakukan banyak dosa)? Saya akan memperbaikinya, Dan lain-lain... semuanya jelas percuma. Maka jangan sampai kita menyesal di akhir. Menyesal-lah di pertengahan sebelum beranjak dan melangkah lebih jauh.
Sesuai dengan keterangan Al-Quranul Karim, maka orang-orang yang berbuat kebajikan-lah, yang dapat terhindar dari golongan bermuka masam, dimana orang-orang bermuka masam ini akan selalu menghadapi kesulitan dimanapun dan kapanpun. Orang-orang yang berbuat kebajikan akan senantiasa melajurkan dirinya pada jalan yang lurus, mereka selalu bersyukur terhadap apa yang menjadi pertimbangan (ketentuan) Allah SWT. Mereka juga selalu takut akan berbuat sesuatu yang semena-mena, sembrono, dan tak terkontrol. Intinya mereka selalu takut! Harta darimana yang mereka dapat, makanan apa yang seharusnya mereka makan, pengaplikasian sikap, sifat dan perbuatan, semuanya dipertimbangkan dan dipikirkan betul-betul, demi sebuah kategori halalan toyyiban. Lantas bagaimana solusi supaya kita senantiasa takut (punya perasaan takut) terhadap Allah SWT? Kita akan membahasnya setelah penjelasan ayat berikut ini.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, maka mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]: 218)   
 
Umpama seperti orang-orang berhijrah ke tempat yang jauh dari keramaian, sorak-sorai bising, dan keduniawian yang menggiurkan. Seakan mereka hidup sendiri tanpa sapaan, tanpa perbincangan menjerumuskan, tanpa mengenal yang lain. Semua itu terjadi karena mereka yang berusaha untuk menjauhi segala bentuk kemaksiatan, tidak melanggar syariat islam, lebih mengutamakan kebaikan, kebenaran, hal-hal positif, terlebih cinta Allah SWT, daripada harus terjerumus keduniawian fana (fasad) yang bisa saja membawa mereka pada kemaksiatan. Mereka yang seakan sendiri itu, yang seakan hidup di negeri yang sepi tanpa mengenal, telah rela meninggalkan semua kesenangan sementara. Harta yang telah mereka miliki, mobil, motor, rumah, perusahaan, saham investasi, hotel, apartemen dan segalanya telah mereka tinggalkan.
Harapan mereka bertumpu pada Allah SWT. Harapan besar inilah yang mereka yakini. Mereka beriman kepada Allah, Malaikatnya, Kitabnya, Rasulnya, Hari Kiamat, Qadha dan Qadar. Mereka berhijrah dan berjihad demi mengharap rahmat Allah SWT. Dengan berkorban di jalan Allah SWT, mudah-mudahan mereka dapat cinta Allah. Dengan berjihad di jalan Allah, mudah-mudahan mereka digolongkan kepada orang-orang yang beruntung, bukan orang-orang yang rugi. Dengan kualitas keimanan mereka, mudah-mudahan aqidah dan itikadnya dapat dipertahankan.
Kedua ayat serta penjelasannya tadi, mengingatkan kita pada Khauf dan Raja’. Ayat pertama mengungkapkan tentang ketakutan hamba Allah yang dalam bahasa arab disebut Khauf. Kemudian pada ayat kedua dijelaskan, bahwa hanya orang-orang beriman, orang-orang berhijrah dan berjihad di jalan Allah yang mengharap rahmatnya, karena mereka-lah yang percaya, meyakini, merasakan begitu indahnya jalan Allah. Dan inilah Raja’ yang berarti mengharap dan pengharapan. Dari sinilah kemudian penulis mengembangkan pembahasan secara lebih spesifik. Ini kaitannya dengan Khauf dan Raja’, dimana dua dimensi ini akan jadi dasyat, seandainya keduanya dikolaborasikan dan diseimbangkan tanpa melebihi kadar sewajarnya.


Komposisi Ideal

Khauf adalah satu sisi yang kita miliki sebagai makhluk ciptaan Allah. Ketakutan dalam diri manusia seringkali dikaitkan dengan hal yang buruk, semisal takut gagal, takut tidak sukses, takut karena pesimis. Namun ketakutan manusia juga dapat berarti baik, jika ketakutan itu seperti halnya takut kepada Allah, takut mengganggu orang lain, takut menyepelekan waktu. Khauf disini lebih mendalam lagi, karena ini bukan sembarang ketakutan seperti yang diperbandingkan di atas. Ini Khauf (ketakutan) yang hanya dimiliki oleh orang yang membentengi dirinya dengan iman, mendasari pahamnya kembali pada islam, menilik tiap langkahnya bersamaan dengan ihsan.
Ketika seorang sudah membentengi dirinya dengan iman, maka niscaya dia akan takut berbuat yang dilarang oleh agamanya. Begitu halnya dengan islam dan ihsan, ketika seorang sudah mengingat islam sebagai pondasi sikapnya, dan ihsan sebagai implementasi perbuatannya, maka tidak akan diragukan lagi, Khauf (ketakutan) dalam artian ketaqwaannya kepada Allah akan terus bergulir sehingga berbuah eksistensi yang produktif. Hasilnya adalah kita dapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Mengapa demikian? Ini karena kita menjadikan iman, islam, dan ihsan sebagai tiga penyangga kita, tiga penyangga ini kemudian membuat kinerja Khauf menjadi ampuh. Khauf yang bernilai spiritual. Inilah komposisi awal solusi agar kita selalu takut kepada Allah dan berharap kebaikan dunia dan akhirat. Semua ingin dapat kebahagian dunia dan akhirat bukan! Maka semuanya bisa mengawali dengan komposisi ini.
Kedua, kita memasuki Raja’. Kita seringkali berharap kebaikan selalu menyertai dimanapun, kapanpun, dan keadaan apapun. Raja’ adalah harapan yang berbentuk optimisme total, dan saat itu kita percaya betul terhadap apa yang kita jalani. Harapan ini hampir mirip sebuah pasrah, tetapi ini bukan pasrah yang kebanyakan menerima segala sesuatunya. Ini sebuah keyakinan awal tentang aplikasi kehidupan kita sehari-hari. Ketika seorang sudah memiliki Raja’, niscaya dia sudah memiliki modal untuk menghadapi rintangan-rintangan yang ada. Sehingga sebesar apapun bahaya dan ancaman yang datang silih berganti, tidak mampu menghapus gairah hidupnya. Justru menambah keyakinan bahwa dia berada di pihak yang benar, memacu spiritualnya untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Raja’ jelas mesti kita jadikan tombak perjalanan hidup. Mengingat berapa banyak orang kehilangan keimanannya hanya dengan rintangan sepele. Dinaiki pangkat sedikit, diberi jabatan sedikit, diberi uang sedikit, diberi wanita cantik sedikit, lalu sampai meninggalkan keyakinannya terhadap agama, tuhannya, aqidahnya, Naudzubillahi min Dzalik... ini jelas-jelas sepak terjang syaitan yang tiada habisnya. Syaitan tidak akan pernah jera untuk menggoda manusia, sampai ia mendapati manusia takluk dalam tipu dayanya, sampai manusia mau menuruti apa katanya, hingga ia terjerumus ke dalam jurang kesesatan, Naudzubillahi min Dzalik...
Dan itulah tadi komposisi kedua, dimensi Raja’ yang setiap hari kita butuhkan sebagai pengharapan besar, supaya kita percaya betul terhadap apa yang kita yakini. Lantas bagaimana selanjutnya jika seorang tak mampu mengendalikan Khauf dan Raja’ ini? Inilah pembahasan selanjutnya menyangkut kedua dimensi ini. Dalam sebuah Qoul bijak dijelaskan,”Rasa aman dan putus asa dapat mengeluarkan siapapun dari millah islam. Jalan yang benar adalah di antara keduanya, jalan ahli kiblat.” Raja’ yang benar akan mendorong hamba untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Bagaimanakah Raja’ yang benar menurut Al-Quran dan Al-Hadits? Mari kita kutip terlebih dahulu ayat Al-Quran yang berbunyi,”Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 99).
Dari sini kita dapat mengetahui, hanya orang yang merugi yang tidak merasa aman dari azab Allah SWT. Dengan Raja’ maka kita dapat terhindar dari orang-orang yang merugi tersebut, inilah Raja’ yang benar, yakni menghindari segala sesuatu yang merugikan. Selalu berharap dan berprasangka kebaikan. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Jangan sampai salah seorang dari kalian meninggal dunia kecuali berbaik sangka kepada Rabb-nya.” (HR. Ahmad dan Muslim). Umur kita tidak ada yang tahu sampai kapan. Bisa saja kita akan dipanggil (menghadapi kematian) sekarang, se-menit kemudian, se-jam kemudian, besok, besok lusa atau beberapa hari yang akan datang. Jangan sampai kita menghadap Rabb kita dengan membawa kerugian. Aplikasikan Raja’ sebagaimana kadarnya, jangan terlalu berlebih-lebihan mempunyai harapan, sehingga salah sangka. Menyangka bahwa Allah akan mengampuni segala kemaksiatan yang ia lakukan lantaran Allah Maha Pengampun, lalu ia akan mendapatkan rahmat dari Allah sebab Allah Maha Rahmat. Ini jelas salah dan fatal!. Mudah-mudahan kita dijauhkan dari pemikiran seperti itu. Dan kita digolongkan orang yang beruntung, amien ya robbal alamien...
Berlanjut ke Khauf. Khauf yang seringkali berlebih-lebihan, akan membuat sikap putus asa. Jangan sampai keputus-asaan menghalangi langkah kita ke depan. Ketika Raja’ dan Khauf ini kita hubungkan, akan sangat berguna sekali. Karena Raja’ (harapan) yang mengandung keputus-asaan bukanlah jalan ahli kiblat, sebagaimana Qoul bijak yang penulis sisipkan dalam tulisan ini. Raja’ yang disertai Khauf yang berlebihan alias keputus-asaan akan mengeluarkan siapapun dari sudut pandang seorang muslim. Ia akan berpikir tuhan tidak adil, seringkali memberikan cobaan dan rintangan yang berat kepadanya. Bahkan ia akan berpikir, karena sudah tidak ada lagi jalan, ia sudah terlanjur berbuat dosa yang banyak, dan meyakini dosanya tidak akan diampuni oleh Allah SWT, ia lantas berbuat semaunya (sekehendaknya), tanpa berpikir panjang. Padahal Allah berfirman,”Dan janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus-asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” ( QS. Yusuf: 87).
Berusahalah selagi bisa dan harapan masih ada. Jangan berputus-asa (terlalu takut) di tengah jalan. Seimbangkan Khauf, Raja’ dan antara keduanya. Kapan kita harus mengutamakan Khauf, kapan kita harus mengutamakan Raja’, lalu kapan menyeimbangkan Khauf agar tidak berlebih-lebihan (sewajarnya saja), dan kapan menyeimbangkan Raja’ supaya tidak berlebih-lebihan pula. Inilah komposisi ketiga, dari tahapan solusi agar kita mempunyai spiritualitas seorang muslim haqiqi.

Buah Sinergi Khauf dan Raja’

Raja’ dan Khauf yang lurus akan bersinergi dan menghasilkan buah yang baik. Diantara buah sinergi keduanya adalah:
-          Seorang yang memiliki keseimbangan Khauf dan Raja’, tak akan pernah meninggalkan doa kepada Allah. Dia tahu hanya Allah yang dapat mengabulkan segala doanya. Dengan senantiasa berdoa, ia akan terhindar dari murka Allah. Sebab Rasulullah bersabda,”Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, niscaya Allah akan murka padanya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad).
-          Khauf dan Raja’ akan membuat seseorang dekat dengan Allah. Ketika dia mengharap sesuatu dan menunggu jawaban dari Allah, niscaya dia akan selalu teringat Allah. Begitu pula saat ia mengkhawatirkan sesuatu, ia pasti akan ingat Allah dan memohon kepadanya supaya dijauhkan dari sesuatu yang mengkhawatirkan tersebut.
-          Seseorang yang digerakkan oleh cinta Allah, Khauf akan selalu mengingatkannya, dan Raja’ akan menjadi pendorongnya.

Semoga Allah memberikan karunia keseimbangan Khauf dan Raja’ kepada kita semua. Amien... wa allahu a’lamu bis shawwab...
              

                      

    


0 komentar:

Posting Komentar