Rabu, 03 April 2013

0 Respect; Sebuah Nama Penghormatan


Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Kalian Ya...!!!

Respect; Sebuah Nama Penghormatan


Ini inisiatif dari sahabat saya, Faqihusilmi. Ya, dia meminta agar saya mengisi dalam rubrik awal Buletin Respect ini yang baru dibuat. Saya isi saja dengan keinginan awal saya terhadap Buletin ini dan saat pembentukan Buletin ini. Singkat cerita seperti ini, awalnya keinginan ini, sudah muncul semenjak saya kelas enam. Ya, anggap saja ini harapan awal. Harapan saya waktu itu, seandainya buletin ini benar-benar ada, saya akan menamakannya dengan BT (Buletin Tsanawiyah). Nama ini saya dapat dengan asal dan cuma-cuma memang. Tapi sepertinya enerjik gitu (menurut saya)! Coba kita ibaratkan seperti ini, buletin ini untuk kalangan BT... kan kayaknya seru kedengarannya. Atau anda BT, baca buletin BT... kan jadi seru-seru gimana gitu... tapi sudahlah itu hanya sedikit harapan saya waktu itu. Wong itu pikiran ngawur  dan ngarung ngidul juga kok. Intinya buletin ini sudah saya pikirkan sejak lama. Mau antum percaya atau tidak percaya, terserah.
Waktu berjalan, dan saya menginjakkan kaki di level Asatidz, ya saya tidak lagi di bangku kelas enam. Beberapa hari menjelang Idul Adha, tiba-tiba Mualim Faqih datang kepada saya, dan ingin berbicara sesuatu. Sesuatu...! kayak Syahrini saja, pikir saya waktu itu. “Ada apa Muallim Faqih?” tanya saya waktu itu, “Gini Ustad kami inisiatif ingin membuat Buletin Tsanawiyah...”. Mendengar demikian, saya langsung merespon secara terkejut, karena memang pada waktu itu, saya juga teringat kembali tentang harapan saya untuk membuat Buletin Tsanawiyah. Karena begitu senangnya saya kemudian menceritakan keinginan saya, yang sejak kelas enam juga ingin mengadakan Buletin Tsanawiyah.

Sahabat saya, Faqih akhirnya menyarankan untuk berkumpul di lain waktu bersama redaksi Buletin Tsanawiyah (masih belum ditentukan namanya) dan meminta saya untuk menyumbang karya untuk Buletin Tsanawiyah ini. Ya, saya terima saja tawaran tersebut. Hitung-hitung biar saya sering nulis. Kami sepakat dalam kumpul waktu itu, Buletin Tsanawiyah ini (untuk kalangan anak Tsanawiyah ini) kami namakan dengan Respect, nama yang cukup bagus saya pikir.
Melihat bagaimana proses awal pembentukan Buletin Tsanawiyah ini, saya jadi teringat persiapan kemerdekaan. Dibentuklah pada waktu itu BPUPKI sebagai badan persiapan kemerdekaan. Kemudian berlanjut dengan Panitia Sembilan dalam merumuskan pancasila, sampai kemudian PPKI dibentuk sebagai panitia pelaksana kemerdekaan. Saya tahu pembentukan Buletin Respect ini, tidak serumit proklamasi kemerdekaan RI, yang didalamnya harus dibentuk BPUPKI, Panitia Sembilan, dan PPKI. Saya pikir ini adalah sisi yang sama, walapun dengan ragam yang berbeda. Presiden Soekarno dan kawan-kawan pada waktu itu, pasti begitu sibuk mengeluarkan ide, gagasan dan buah pikiran lain, hanya untuk menuangkan beberapa kata untuk dijadikan teks pancasila, proklamasi, dan hal penting lainnya berkenaan dengan kemerdekaan RI. Dan tentunya kawan-kawan Buletin Respect juga sibuk bukan kepalang saat membuatnya, apalagi ini adalah buletin perdana.
Begitu halnya dengan pembuatan tulisan ini, saya jujur sangat susah sekali mengeluarkan kata-kata ini. Saya sudah berhari-hari menulis tulisan ini, sampai saya ditegur beberapa kali oleh sahabat saya, Muallim Faqihusilmi, Muallim Falatansa selaku Penanggung Jawab buletin ini. Yah, sekarang saya hampir menyelesaikannya. Sebelum beranjak, saya ingin berpesan sedikit, bahwa buletin ini semata-mata bukan untuk pamer, bahwa ini loh buletin anak tsanawiyah. Tetapi semata-mata ingin menunjukkan eksistensi yang selama ini hilang beberapa tahun ini, tradisi buletin! Yang merupakan tombak tulis-menulis dan jurnalistik di pondok kita tercinta ini. Buletin Respect ini adalah bentuk penghormatan kami terhadap buletin lainnya yang ada di pondok ini, lantaran kami tahu buletin ini masih jauh dari kualitas buletin-buletin yang ada, selain juga karena kami masih baru dan perdana. Kami berharap buletin yang lain, ikut terbangun menciptakan dan mempertahankan peradaban tulis-menulis dari masa ke masa, agar tidak membawa kita pada masa kebodohan. Wa allahu alamu... 

0 komentar:

Posting Komentar